07 Agustus 2007

SOP Penanganan Masalah

Latar Belakang

Dalam Pelaksanaan PPK terdapat prinsip transparansi dan partisipatif, artinya semua proses kegiatan PPK dari perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian harus dilaksanakan secara terbuka dan dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Salah satu indikator pelibatan masyarakat adalah adanya pengawasan dari masyarakat.

Pengawasan ini dapat diwujudkan dalam bentuk pengaduan-pengaduan terhadap masalah yang timbul saat proses berlangsung. Pengaduan dapat berbentuk lisan maupun tulisan, yang ditujukan kepada pelaku-pelaku PPK disemua tingkatan yang ada, mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten propinsi dan pusat.

Partisipasi masyarakat dalam bentuk pengawasan ini harus disikapi dengan upaya penanganan yang efektif, tepat waktu dan tepat sasaran. Untuk itu dibuatlah standar mengenai tatacara dan prosedur penanganan masalah sebagai acuan bagi upaya penanganan pengaduan tersebut.

Tujuan

Prosedur penanganan pengaduan ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi Tim koordinasi PPK (Kabupaten dan propinsi) dan konsultan serta fasilitator kecamatan dalam melakukan penanganan, yang antara lain berupa tanggapan, usulan penanganan, umpan balik dan laporan perkembangan penanganan.

Ruang Lingkup Penanganan

Dalam pelaksanaan program PPK terdapat dua golongan masalah yng harus dibedakan baik cara penanganannya maupun siapa yang berwenang menanganinya, yaitu:

Masalah Implementasi Program
Adalah masalah yang terjadi dan terkait langsung dengan implementasi program dilapangan.

Masalah Manajerial
Yaitu masalah yang muncul akibat pelaksanaan sistem manajerial/ pembinaan dan support program/administrasi.

Ad. 1. Yang termasuk dalam masalah implementasi program, misalnya:
§ Kategori Penyimpangan prinsip dan prosedur:

  • Masyarakat tidak diperkenankan mengetahui kondisi keuangan di UPK
  • Terjadi perubahan kegiatan setelah dana turun ke desa, tanpa ada musyawarah khusus terlebih dahulu.

§ Kategori Penyimpangan dana:

  • Terjadi pemotongan dana oleh UPK terhadap dana simpan pinjam kelompok
  • FK menggunakan dana DOK untuk kepentingan pribadi
  • Suplier tidak mengirimkan bahan padahal sudah menerima pembayaran

§ Intervensi:
  • Kades memaksakan pengerasan jalan yang menjadi usulan desa
  • Camat ikut menentukan desa mana yang akan didanai
  • FK mengarahkan forum untuk melakukan kegiatan fisik saja

§ Force major
  • Jembatan hancur tersapu banjir
  • Kelompok tidak dapat membayar cicilan karena dirampok
  • Terjadi gagal panen karena terserang hama
§ Lain-lain

  • Adanya perubahan kebijakan/regulasi yang menyebabkan kesulitan dalam teknis pelaksanaan kegiatan.

Ad. 2. Yang termasuk masalah manajerial program:

§ Terkait dengan pembinaan:
  • Administrasi UPK tidak lengkap/tidak tertib
  • Tim Pemelihara/pelestarian tidak berfungsi
  • Terjadi tunggakan atau kemacetan pengembalian UEP
§ Terkait dengan masalah administrasi/support program:
  • Gaji terlambat
  • KM memalsukan SPPD
  • KW tidak transparan dalam pengelolaan biaya operasional RMU
  • Mobil operasional kantor ‘dikuasai’ oleh KW/DKW saja

Berdasarkan pembedaan masalah tersebut, maka kewenanganan penanganannya pun berbeda, yaitu :

  1. Untuk masalah implementasi program maka hal itu merupakan wilayah penanganan oleh SP2
  2. Sedangkan masalah manajerial program, merupakan wilayah kewenangan manajer, dalam hal ini KM, KW/DKW, TL/DTL – sesuai jenjang masalahnya.
  3. Yang terkait dengan kode etik, kewenangan penanganan ada pada 2 unit, yaitu : Untuk penanganan kasusnya ada pada SP2, sedangkan tindak lanjut berkaitan dengan konsultannya ada pada fungsi manajer dan atau HRD .

Prinsip-Prinsip Penanganan

Dalam melakukan penanganan masalah dan pengaduan terdapat prinsip-prinsip:
Rahasia, identitas bagi pelapor pengaduan (dalam kondisi tertentu) harus dirahasiakan;
Berjenjang, semua pengaduan atau masalah yang timbul harus ditangani pertama kali oleh pelaku PPK pada jenjang dimana masalah tersebut muncul;
Transparansi dan partisipatif, artinya sejauh mungkin masyarakat harus diberitahu dan dilibatkan dalam proses penanganan masalah tersebut dengan difasilitasi oleh konsultan setempat;
Proporsional, artinya penanganan harus sesuai dengan cakupan kasusnya;
Objektif, sedapat mungkin dalam penanganan masalah, ditanganai secara objektif, tidak memihak, dan melakukan uji silang guna mencari kebenaran.

Sistem dan Prosedur

A. Sumber informasi

Pengaduan dapat diperoleh dari beberapa sumber antara lain warga masyarakat, tokoh masyarakat, kelompok masyarakat, LSM, Ormas, Orsospol, Aparat, Konsultan Wartawan dll, melalui:

  1. Kotak Pos 612/JKP
  2. Surat/berita langsung kepada Sekretariat PPK (Pusat, Propinsi, Kabupaten), konsultan (Propinsi, Kabupaten dan Kecamatan)
  3. Laporan hasil pemantauan lapangan dari Sekretariat/TK PPK, konsultan dan pihak-pihak lain
  4. Berita dari media massa
  5. Laporan hasil pemantauan LSM PBM

B. Kategori jenis pengaduan

Segala pengaduan tersebut dikategorikan menjadi beberapa kategori masalah, yaitu:
Kategori 1 : Penyimpangan Prinsip dan Prosedur
Kategori 2 : Penyimpangan dan penyalahgunaan dana
Kategori 3 : Intervensi negative yang merugikan kepentingan masyarakat dan atau program
Kategori 4 : Adanya kejadian yang mengarah pada kondisi force majeur
Kategori 5 : lain-lain, yang tidak termasuk dalam kategori 1, 2, 3, dan 4

C. Derajat Masalah

Sejalan dengan prinsip berjenjang yang dianut, maka pada setiap masalah yang muncul ditetapkan derajat masalah. Derajat masalah digunakan untuk menentukan pada tingkat mana suatu masalah harus mendapat dukungan. Penentuan derajat masalah dilakukan oleh konsultan lapangan dan dapat dilakukan revisi setiap rapat bulanan. Adapun derajat masalah tersebut dibedakan menjadi:
Derajat 1 : dukungan penanganan oleh FK
Derajat 2 : dukungan penanganan oleh KM Kab
Derajat 3 : dukungan penanganan oleh RMU
Derajat 4 : dukungan penanganan oleh NMC

D. Tahapan penanganan

Pengaduan masalah tersebut akan ditindaklanjuti dengan tahapan sebagai berikut:
(i) Registrasi
Setiap pengaduan akan dimasukkan dalam buku arsip yang antara lain mancantumkan:
· Nomor
· Kategori masalah
· Derajat masalah
· Tanggal penerimaan pengaduan
· Lokasi kejadian
· Sumber laporan
· Hal yang dilaporkan/diadukan
(ii) Klarifikasi
Setelah dilakukan regristrasi maka langkah berikut adalah melakukan klarifikasi atas kebenaran laporan tersebut. Klarifikasi dapat dilakukan melalui konsultan pada jenjang dimaksud. Keluaran yang dihasilkan pada tahapan ini berupa kronologi dan posisi kasus.
(iii) Analisa
Hasil klarifikasi atas pengaduan tersebut dilakukan analisa permasalahan yang hasilnya berupa rekomendasi alternatif penanganan masalah dimaksud.
(iv) Tindak turun tangan
Merupakan tindaklanjut atas rekomendasi yang dihasilkan. Tindak turun tangan dapat berupa pemberian teguran/sanksi, pengembalian proses sesuai prosedur, pembuatan dan pelaksanaan kesepakatan penyelesaian dan lain-lain. Dalam tahap ini juga dapat dilakukan investigasi lanjutan jika diperlukan.
(v) Pemantauan
Dalam hal ini pemantauan dimaksudkan agar semua kesepakatan yang muncul dalam tindak turun tangan ataupun rekomendasi yang telah dikeluarkan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Bila dalam pemantauan ditemukan langkah yang kurang efektif dapat dilakukan analisa ulang sehingga mencul alternatif lain bagi penanganan masalah tersebut. Pada tiap tahapan proses penanganan, progres yang muncul harus selalu dilaporkan dalam bentuk matriks penanganan masalah.
(vi) Masalah dinyatakan selesai
Tahapan ini bisa dikatakan tahapan akhir pada proses penanganan masalah. Dimana suatu masalah yang diadukan sampai pada tahap dinyatakan selesai. Pada prinsipnya suatu masalah dinyatakan selesai apabila masyarakat dalam forum menyatakan demikian, dengan tetap mengacu pada panduan yang ada. Dalam hal masalah dinyatakan selesai maka harus dilengkapi dengan bukti pendukung dan berita acara (BA) penyelesaian.
(vi) Umpan balik
Merupakan tanggapan balik masyarakat terhadap masalah yang dinyatakan selesai. Ini berkaitan erat dengan tahap masalah dinyatakan selesai dimana masyarakat memiliki hak menerima atau menolak atas penyelesaian masalah dimaksud. Jika umpan balik masyarakat adalah penetapan masalah selesai, maka kasus ditutup, namun jika masyarakat menginginkan adanya upaya lain dan menyatakan belum selesai, maka dapat dilakukan peninjauan kembali, dalam hal ini perlu dibuat kesepakatan (BA) peninjauan kembali.
(vii) Pelaporan
Kompilasi tentang pengaduan masalah yang muncul dan tindak lanjut penanganannya dilaporkan sebagai bagian dari laporan bulanan yang dilaksanakan secara berjenjang. (lihat lampiran)

Standar Pelaporan

Terkait dengan tugas dan tanggung jawab penanganan masalah, SP2 juga memiliki tugas administratif berupa pelaporan progres penanganan masalah. Adapun jenis dan bentuk pelaporannya adalah sebagai berikut:

Matrik rekapitulasi masalah
Matrik ini berisi seluruh masalah implementasi program yang muncul diwilayah tugas SP2 bersangkutan, sesuai format yang ada (terlampir). Matriks disampaikan bersama dengan laporan bulanan RMU juga dikirim berupa soft copy dan atau via email.

Bila terdapat temuan atau pengaduan yang masih berupa indikasi, dimasukkan dalam matrik yang terpisah (matrik bayangan). Jika hasil klarifikasi benar terjadi masalah maka masalah ini dimasukkan dalam matrik rekapitulasi. Untuk temuan tunggakan atau kemacetan, masuk dalam matrik ini. Jika hasil investigasi lanjutan terdapat penyimpangan dana maka masalah ini baru dimasukkan dalam matrik rekapitulasi. Tetapi jika tidak terjadi penyimpangan dana maka masalah ini masuk pada golongan masalah manajerial.

Masalah yang masuk derajad 4 selain masuk dalam matrik rekapitulasi juga disampaikan kepada NMC berupa Action Plan nya. (Format terlampir) Progres dilaporkan pada tiap dua minggu sekali.

Untuk masalah yang terkait dengan pelanggaran kode etik konsultan selain masuk matrik rekapitulasi, juga dikirim tersendiri sebagai laporan yang berisi detail kronologi masalah. Laporan disampaikan pada konsultan manajemen pada jenjang diatasnya segera setelah ditemukan masalah tersebut.

Untuk masalah Manajerial dapat direkap tersendiri dan dapat disampaikan langsung pada jenjang fungsional diatasnya (KM Kab/RMU/NMC). Matriks ini dapat disampaikan sewaktu-waktu.

Alternatif penanganan masalah melalui prosedur hukum Formal dan ADR
Penanganan masalah melalui prosedur hukum formal

PPK telah memiliki prosedur standar dalam menindaklanjuti setiap permasalahan yang muncul melalui jalur non litigasi (diluar pengadilan). Namun tidak semua permasalahan tersebut dapat diselesaikan, karena tidak jarang masalah yang muncul mengandung unsur perbuatan melawan hukum, sehingga penanganannya pun dapat dilakukan melalui proses hukum formal.

Meski secara prinsip setiap tindak pidana adalah pidana, artinya tidak ada suatu perbuatan dapat menghilangkan tindak pidana, namun setiap permasalahan PPK yang muncul dan akan ditindaklanjuti melalui proses hukum formal harus disepakati dalam forum masyarakat sebagai wujud dari pelaksanaan prinsip DOUM.

Adapun Tahapan tahapan proses penanganan perkara pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah:

Report/laporan

Pada prinsipnya setiap kali terjadi perkara pidana aparat hukum (polisi) wajib melakukan tindak lanjut penanganan – kecuali untuk delik aduan, harus didahului dengan adanya pengaduan, namun secara empiris perkara pidana seringkali perlu dilaporkan kepada aparat kepolisian agar dapat ditindak lanjuti. Pelaporan ini dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis.
Yang dapat melakukan pelaporan adalah:
ü Kelompok masyarakat
ü Korban
ü Saksi tindak pidana
ü BPKP/Bawasda
ü TK PPK
ü Pelaku PPK dll
ü Penyelidikan dan Penyidikan
ü Penyelidikan dan penyidikan dilakukan oleh kepolisian / PNS yang diberi kewenangan;
ü Penyelidikan adalah pemeriksaan awal apakah telah terjadi tindak pidana dan pelakunya;
ü Penyidikan adalah pemeriksaan untuk membuktikan adanya tindak pidana yang bisa di dakwa;
ü Pada tahap penyidikan dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka, saksi-saksi dan pengumpulan barang bukti;
ü Bila penyelidikan dan penyidikan selesai, kepolisian akan menyerahkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada Penuntut Umum.

Catatan:
- Tidak ada peraturan yang menentukan mengenai batas waktu penyelidikan dan pentidikan
- Berdasarkan pasal 24-30 KUHAP batas waktu penahanan tersangka untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan adalah 20 hari dan dapat diperpanjang selama 40 hari.

· Penuntut Umum

ü Penuntut Umum adalah Jaksa yang ditunjuk untuk menangani suatu perkara.
ü Bila BAP dianggap belum lengkap maka akan dikembalikan ke kepolisian untuk dilengkapi.
ü Bila dianggap lengkap maka akan dilakukan pelimpahan kasus dari kepolisian ke kejaksaan berikut barang bukti dan tersangka.
ü Jaksa Penuntut Umum dapat melakukan pemeriksaan lanjut.
ü Jaksa Penuntut Umum membuat dakwaan yang akan diserahkan ke pengadilan, berikut penyerahan barang bukti, tersangka dan BAP.

Catatan:
- Tidak ada peraturan mengenai batas waktu penyelidikan dan penyidikan di Kejaksaan
- Masa penahanan tersangka dalam proses kejaksaan adalah 20 hari dan dapat diperpanjang selama 30 hari.

· Pengadilan
ü Setelah menerima BAP, akan ditetapkan majelis hakim, jadwal sidang dan lain-lain.
ü Berikut ini beberapa tahapan persidangan pada tingkat pertama (Pengadilan negeri):
§ Pembacaan dakwaan
§ Pembacaan eksepsi dari terdakwa
§ Pemeriksaan saksi-saksi (termasuk saksi ahli dan saksi a decharge)
§ Pemeriksaan terdakwa
§ Jaksa Penuntut Umum (JPU) membaca tuntutan
§ Hakim memberi kesempatan terdakwa untuk mengajukan pledoi
§ JPU menanggapi pledoi / replik
§ Terdakwa menanggapi replik / duplik
§ Pembacaan putusan

Catatan:
Masa penahanan dalam proses peradilan adalah 30 hari dan dapat diperpanjang selama 60 hari.

Dalam hal terjadi penanganan masalah melalui jalur hukum formal, maka hal yang harus diketahui adalah bahwa untuk tindak pidana, pemegang kendali penanganan masalah adalah aparat hukum. Sehingga masyarakat dan konsultan harus melakukan kontrol yang intensif berupa pemantauan. Ada 2 pola pemantauan yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Pemantauan yang dilakukan oleh masyarakat didampingi konsultan secara periodik pertahapan. Pemantauan berupa monitor langsung proses yang terjadi maupun berupa jalinan komunikasi yang intensif kepada instansi yang sedang menindaklanjuti masalah tersebut. Pemantauan dapat dilakukan secara bergilir oleh masyarakat berdasarkan kesepakatan forum.
Pola pemantauan seperti ini dapat dilakukan jika proses berjalan normal, dan aparat hukum bersikap transparan.

2. Jika proses penanganan mengalami ‘hambatan’, seperti aparat tidak transparan atau kurang pro aktif, maka pemantauan harus dilakukan dengan menggunakan strategi advokasi. Adapun langkah-langkah umum advokasi adalah:
- Pembentukan lingkar inti (tim kecil) yang akan mengkoordinir semua upaya advokasi yang akan dijalankan.
- Mengumpulkan data dan analisa mengenai ‘hambatan’ penanganan masalah tersebut. Jika masalah berupa kurangnya alat bukti, maka tim dapat bersikap pro aktif membantu pengumpulan bukti dimaksud.
- Pilih isu strategis sebagai tema advokasi, dan dikemas semenarik mungkin, sehingga dapat menarik perhatian publik.
- Jaring aliansi sebanyak-banyaknya, seperti NGO, media massa dll dan bangun komitmen kerja bersama.
- Pengaruhi pendapat umum, dengan lobi, negosiasi, mediasi kepada instansi terkait dan atau kampanyekan melalui media massa.
- Lancarkan tekanan. Bentuk tekanan yang akan dilancarkan harus disesuaikan dengan kondisi wilayah, mulai dari bentuk yang paling ringan. Hal penting yang harus diperhatikan pada tahapan ini adalah bahwa tekanan dimaksudkan untuk mendorong percepatan proses penanganan bukan untuk menimbulkan permasalahan baru.

Penanganan Masalah melalui Alternative Dispute Resolution (ADR)

Dalam perkembangannya memilih jalur hukum dalam penyelesaian sengketa seringkali tidak lagi sesuai dengan prinsip peradilan yaitu sederhana, cepat dan biaya ringan, bahkan lebih buruk lagi, putusan pengadilan tidak lagi cukup memberikan rasa keadilan bagi para pihak. Dari berbagai alasan tersebut diatas kiranya perlu digali kembali alternatif-alternatif lain sebagai upaya penanganan masalah diluar hal tersebut diatas seperti penyelesaian sengketa alternatif atau alternative dispute resolution (ADR).
Pada prinsipnya PPK dalam upaya penanganan masalah telah menerapkan beberapa prinsip yang ada pada ADR yaitu dengan merevitalisasi dan mengoptimalkan fungsi dari forum-forum yang telah ada di masyarakat seperti Musyawarah antar desa dan Musbangdes.
ADR Adalah sebuah upaya penanganan masalah melalui Extra Judicial Process dengan mengoptimalkan pelibatan resources yang ada di luar wilayah hukum formal (Polisi, Jaksa, Hakim dll). Di Indonesia penyelesaian sengketa melalui ADR belum begitu dikenal, namun dengan alasan yang sama penanganan sengketa melalui ADR layak untuk menjadi pilihan masyarakat dalam memperoleh keadilan.

Bentuk-Bentuk Penyelesaian Sengketa Alternatif

Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa alternatif (ADR) yang paling umum adalah:

Negosiasi
Negosiasi dalam bahasa sehari-hari dipadankan dengan istilah berunding atau bermusyawarah, berasal dari bahasa Inggris Negotiation yang berati perundingan. Namun secara umum negosiasi dapat diartikan sebagai upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses peradilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerjasama yang lebih harmonis dan kreatif. Dalam hal ini pihak yang bersengketa berhadapan langsung untuk mendiskusikan permasalahan secara terbuka dan mencari jalan keluar bersama.

Mediasi
Penanganan masalah melalui Mediasi adalah penanganan masalah dengan menengahi. Penengah dalam hal ini adalah mediator yang berfungsi sebagai wasit, sedangkan pemutus perkara adalah hasil kesepakatan kedua belah pihak. Mediator dipilih oleh para pihak yang berperkara. Mediator adalah orang yang netral dan bisa diterima oleh semua pihak., bisa merupakan tokoh masyarakat baik itu dari latar belakang agama maupun adat. Penggunaan mediator atau penanganan masalah melalui mediasi biasanya bersifat ad hoc. Artinya setiap kali akan dilakukan penyelesaian masalah melalui mediasi ketika itulah dibentuk/ditunjuk siapa yang akan menjadi mediatornya.

Konsiliasi
Konsiliasi dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai usaha mempertemukan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan/sengketa. Menurut Oppenheim, konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa dengan menyerahkan kepada suatu komisi orang-orang yang bertugas untuk menguraikan/menjelaskan fakta-fakta dan (biasanya setelah mendengar para pihak dan mengupayakan agar mereka mencapai suatu kesepakatan), membuat usulan-usulan untuk penyelesaian, namun keputusan tersebut tidak mengikat. Konsiliator dibentuk baik secara tetap atau ad hoc

Arbitrase
Arbitrase berasal dari bahasa latin arbitrare yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan suatu perkara menurut kebijaksanaan. Dalam hal ini ditunjuk satu atau beberapa orang yang beri kewenangan untuk memutuskan suatu perkara. Hampir sama dengan mediasi dimana penyelesaian perkara melibatkan pihak ketiga. Namun bila dalam mediasi mediator tidak berhak memutus perkara sedang arbitrator memiliki kewenangan untuk memutuskan suatu perkara.

Disamping 4 bentuk penyelesaian sengketa alternatif masih ada satu bentuk yang sebenarnya telah ada sejak dahulu bahkan jauh sebelum Indonesia memiliki sistem hukum formal, yaitu cara penyelesaian dengan hukum adat.
Saat ini sudah tidak banyak hukum adat yang masih eksis dan diakui oleh masyarakatnya, namun dalam hal ini kita dapat memanfaatkan hukum adat sebagai salah satu alternatif penyelesaian masalah, tentu dengan memperhatikan beberapa aspek, antara lain:
- Apakah aturan Adat masih eksis
- Apakah Pranata sosial (lembaga)nya ada
- Apakah keputusannya masih memiliki daya paksa

Implementasi dalam Pelaksanaan PPK

Ada beberapa kemungkinan menerapkan ADR dalam upaya penanganan masalah PPK, misalnya, dengan membentuk suatu Badan Arbitrase Kecamatan yang anggotanya merupakan perwakilan masyarakat, terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat baik yang berlatar belakang agama maupun adat dan diberi kewenangan untuk memutuskan suatu perkara yang muncul di desa tersebut. Contoh lain misalnya dengan menggunakan hukum adat, seperti salah satu kasus di Sumatera barat dimana pelaku pelanggaran diberi sanksi sosial menurut hukum adat yaitu diusir dari kampung yang bersangkutan. Penanganan perkara PPK yang diselesaikan melalui negosiasi juga terjadi di kec. Atinggola, Gorontalo dimana kasus yang telah diputus pengadilan (masyarakat dan program dinyatakan bersalah) namun kemudian ketika dilakukan pendekatan dan negosiasi akhirnya masalah dapat diselesaikan dan tidak merugikan masyarakat secara luas.
Pada dasarnya model-model penanganan ADR juga terkandung dalam mekanisme penanganan PPK, dimana dalam forum musyawarah dilakukan aktifitas seperti negosiasi maupun mediasi. Namun yang penting adalah bahwa mekanisme yang akan dipakai dalam penanganan masalah harus disepakati oleh masyarakat, dan sebelum diputuskan menggunakan upaya penanganan alternatif terlebih dahulu telah dilakukan upaya penanganan melalui mekanisme dan prosedur PPK.
Hal yang tidak kalah penting untuk diingat adalah bahwa setiap penyelesaian masalah melalui ADR maupun model-model lain harus selalu disertai dengan Berita Acara penyelesaian dan bukti-bukti pendukungnya.


Penanganan Masalah pada lokasi Phase Out

Saat ini telah terdapat 506 kecamatan yang telah phase out. Namun demikian bukan berarti semua kegiatan PPK berhenti sampai disini. Masih terdapat beberapa agenda kegiatan yang harus dilanjutkan mulai dari pelestarian kegiatan Usaha ekonomi, pelestarian sarana dan prasarana sampai dengan tindaklanjut atas masalah-masalah yang muncul dan belum mendapat penyelesaian.

Berkaitan dengan tindak lanjut penanganan masalah, pada prinsipnya tugas dan tanggungjawab atas penanganan masalah tetap ada pada masyarakat setempat, namun demikian program masih memiliki tanggungjawab dalam pendampingannya. Mengingat bahwa untuk kecamatan yang telah phase out sudah tidak terdapat lagi konsultan lapangan yang ditempatkan, maka disepakati strategi penanganan khusus wilayah phase out sebagai berikut:
1) Untuk kecamatan-kecamatan yang telah phase out, tanggungjawab pendampingan dan pemantauan ada pada KM Kab di kabuparten bersangkutan.
2) Untuk kabupaten yang phase out tanggungjawab pendampingan dan pemantauan ada pada RMU setempat.

Karena data permasalahan telah ada pada masing-masing RMU, maka teknis pelaksanaan distribusi tanggungjawab dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. penetapan derajat masalah pada masing-masing RMU;
2. pembagian tugas pendampingan dan penanganan kepada KM Kab (atau RMU) dimana kecamatan (atau Kabupaten) phase out berada;
3. support penanganan akan diberikan oleh jenjang yang telah ditentukan berdasarkan penetapan derajat masalah;
4. supervisi dilakukan oleh konsultan pada jenjang diatasnya.
5. Apabila dalam kurun waktu tertentu masalah tidak dapat diselesaikan maka pada rapat koordinasi berikutnya dapat ditingkatkan derajat masalahnya, sehingga penanganannya akan mendapat support dari jenjang yang lebih tinggi.


MASALAH DINYATAKAN SELESAI

Masalah dinyatakan selesai apabila telah dilakukan langkah-langkah kongkrit sesuai dengan jenis masalahnya, yaitu:

Langkah Kongkrit
- Untuk kesalahan/ penyimpangan prinsip dan prosedur serta intervensi, masalah dinyatakan selesai apabila proses telah dikembalikan sesuai dengan aturan atau prinsip yang seharusnya.
- Kegiatan yang terbengkalai dilanjutkan dan diselesaikan sesuai rencana yang telah disepakati
- Masalah Force majeur
ü Ada langkah perbaikan terhadap kegiatan fisik yang rusak
ü Ada tim Investigasi untuk memastikan kebenaran kondisi force majeur
ü Ada penjelasan kepada masyarakat
- Penyimpangan dana:
ü Dana telah kembali dan atau
ü Pelaku mendapat sanksi berdasarkan kesepakatan forum masyarakat

Masalah diselesaikan melalui jalur Hukum
- Berkas perkara telah dilimpahkan ke pengadilan
- Masyarakat didampingi konsultan tetap memantau dan melaporkan perkembangan proses di pengadilan

Hasil Penanganan/ penyelesaian masalah ditransparansikan kepada masyarakat
Ada bukti-bukti pendukung dan sanksi yang dapat dipertanggung jawabkan dalam upaya penyelesaian masalah

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Siip... Bagi kami Materi SOP Penanganan Masalah sangat bermanfaat untuk mensukseskan program.

Anonim mengatakan...

Penjelasan yang sangat rinci dari suatu program anti kemiskinan. Tampaknya program ini juga sangat memperhatikan aspek transparansi dan akuntablititas.