26 Desember 2007
Rakor Nasional Akhir Tahun 2007
07 Desember 2007
Kesempatan Berkarir di PNPM
01 Desember 2007
File Transfer Protocol (FTP)
( FILE TRANSFER PROTOCOL )
FTP (singkatan dari File Transfer Protocol) adalah sebuah protokol Internet yang berjalan di dalam lapisan aplikasi yang merupakan standar untuk pentransferan berkas (file) komputer antar mesin-mesin dalam sebuah internetwork.
20 November 2007
Pergelaran Wayang Kulit PNPM
- Untuk meningkatkan kesadaran di antara pelaku PNPM
- Memberikan informasi kepada penonton mengenai prinsip dari PNPM termasuk pengurangan kemiskinan, transparansi dan pertanggungjawaban atas kerja-kerja pemberdayaan masyarakat
- Menciptakan komunitas diskusi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan PNPM seperti masalah korupsi dan pengurangan kemiskinan
- Untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak terhadap pelaksanaan PNPM
Pembelajaran Andragogi
Oleh:
Drs. Asmin, M. PdStaf Pengajar Unimed Medan
(Sedang mengikuti Program Doktor di PPS UNJ Jakarta)
Abstrak.
Membangun manusia pembangunan dapat terjadi kalau diberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pendidikan orang dewasa, sebab proses pembelajaran ini harus dikembangkan dengan cepat sesuai dengan lajunya pembangunan bangsa. Ulasan di seputar pendidikan di sekolah sudah sangat sering didiskusikan dengan berbagai kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, akan tetapi di lapangan, tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan baik melalui pendidikan melalui jalur sekolah maupun pendidikan luar sekolah, misalnya pendidikan dalam bentuk keterampilan, kursus-kursus, penataran dan sebagainya. Untuk membelajarkan orang dewasa melalui pendidikan orang dewasa dapat dilakukan dengan berbagai metoda dan strategi yang diperlukannya. Dalam hal ini, orang dewasa sebagai siswa dalam kegiatan belajar tidak dapat diperlakukan seperti anak-anak didik biasa yang sedang duduk di bangku sekolah tradisional. Oleh sebab itu, harus dipahami bahwa, orang dewasa yang tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri.
Kata kunci: Cara pembelajaran orang dewasa, pendidikan sekolah, pendidikan luar sekolah, kemandirian, pengarahan diri sendiri.
1. Pendahuluan
Salah satu aspek penting dalam pendidikan saat ini yang perlu mendapat perhatian adalah mengenai konsep pendidikan untuk orang dewasa. Tidak selamanya kita berbicara dan mengulas di seputar pendidikan murid sekolah yang relatif berusia muda. Kenyataan di lapangan, bahwa tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan baik pendidikan informal maupun nonformal, misalnya pendidikan dalam bentuk keterampilan, kursus-kursus, penataran dan sebagainya. Masalah yang sering muncul adalah bagaimana kiat, dan strategi membelajarkan orang dewasa yang notabene tidak menduduki bangku sekolah. Dalam hal ini, orang dewasa sebagai siswa dalam kegiatan belajar tidak dapat diperlakukan seperti anak-anak didik biasa yang sedang duduk di bangku sekolah tradisional. Oleh sebab itu, harus dipahami bahwa, orang dewasa yang tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri. Kematangan psikologi orang dewasa sebagai pribadi yang mampu mengarahkan diri sendiri ini mendorong timbulnya kebutuhan psikologi yang sangat dalam yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya sendiri, bukan diarahkan, dipaksa dan dimanipulasi oleh orang lain. Dengan begitu apabila orang dewasa menghadapi situasi yang tidak memungkinkan dirinya menjadi dirinya sendiri maka dia akan merasa dirinya tertekan dan merasa tidak senang. Karena orang dewasa bukan anak kecil, maka pendidikan bagi orang dewasa tidak dapat disamakan dengan pendidikan anak sekolah. Perlu dipahami apa pendorong bagi orang dewasa belajar, apa hambatan yang dialaminya, apa yang diharapkannya, bagaimana ia dapat belajar paling baik dan sebagainya (Lunandi, 1987).
Pemahaman terhadap perkembangan kondisi psikologi orang dewasa tentu saja mempunyai arti penting bagi para pendidik atau fasilitator dalam menghadapi orang dewasa sebagai siswa. Berkembangnya pemahaman kondisi psikologi orang dewasa semacam itu tumbuh dalam teori yang dikenal dengan nama andragogi. Andragogi sebagai ilmu yang memiliki dimensi yang luas dan mendalam akan teori belajar dan cara mengajar. Secara singkat teori ini memberikan dukungan dasar yang esensial bagi kegiatan pembelajaran orang dewasa. Oleh sebab itu, pendidikan atau usaha pembelajaran orang dewasa memerlukan pendekatan khusus dan harus memiliki pegangan yang kuat akan konsep teori yang didasarkan pada asumsi atau pemahaman orang dewasa sebagai siswa.
Kegiatan pendidikan baik melalui jalur sekolah ataupun luar sekolah memiliki daerah dan kegiatan yang beraneka ragam. Pendidikan orang dewasa terutama pendidikan masyarakat bersifat non formal sebagian besar dari siswa atau pesertanya adalah orang dewasa, atau paling tidak pemuda atau remaja. Oleh sebab itu, kegiatan pendidikan memerlukan pendekatan tersendiri. Dengan menggunakan teori andragogi kegiatan atau usaha pembelajaran orang dewasa dalam kerangka pembangunan atau realisasi pencapaian cita-cita pendidikan seumur hidup dapat diperoleh dengan dukungan konsep teoritik atau penggunaan teknologi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Salah satu masalah dalam pengertian andragogi adalah pandangannya yang mengemukakan bahwa tujuan pendidikan itu bersifat mentransmisikan pengetahuan. Tetapi di lain pihak perubahan yang terjadi seperti inovasi dalam teknologi, mobilisasi penduduk, perubahan sistem ekonomi, dan sejenisnya begitu cepat terjadi. Dalam kondisi seperti ini, maka pengetahuan yang diperoleh seseorang ketika ia berumur 21 tahun akan menjadi usang ketika ia berumur 40 tahun. Apabila demikian halnya, maka pendidikan sebagai suatu proses transmisi pengetahuan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan modern (Arif, 1994).
Oleh karena itu, tujuan dari kajian/tulisan ini adalah untuk mengkaji berbagai aspek yang mungkin dilakukan dalam upaya membelajarkan orang dewasa (andragogi) sebagai salah satu alternatif pemecahan kependidikan, sebab pendidikan sekarang ini tidak lagi dirumuskan hanya sekedar sebagai upaya untuk mentransmisikan pengetahuan, tetapi dirumuskan sebagai suatu proses pendidikan sepanjang hayat (long life education).
2. Kajian Literatur/Teori
2. 1. Pengertian Andragogi
Andragogi berasal dari bahasa Yunani aner artinya orang dewasa, dan agogus artinya memimpin. Istilah lain yang kerap kali dipakai sebagai perbandingan adalah pedagogi yang ditarik dari kata paid artinya anak dan agogus artinya memimpin. Maka secara harfiah pedagogi berarti seni dan pengetahuan mengajar anak. Karena itu, pedagogi berarti seni atau pengetahuan mengajar anak maka apabila memakai istilah pedagogi untuk orang dewasa jelas kurang tepat, karena mengandung makna yang bertentangan. Sementara itu, menurut (Kartini Kartono, 1997), bahwa pedagogi (lebih baik disebut sebagai androgogi, yaitu ilmu menuntun/mendidik manusia; aner, andros = manusia; agoo= menuntun, mendidik) adalah ilmu membentuk manusia; yaitu membentuk kepribadian seutuhnya, agar ia mampu mandiri di tengah lingkungan sosialnya.
Pada banyak praktek, mengajar orang dewasa dilakukan sama saja dengan mengajar anak. Prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap dapat diberlakukan bagi kegiatan pendidikan orang dewasa. Hampir semua yang diketahui mengenai belajar ditarik dari penelitian belajar yang terkait dengan anak. Begitu juga mengenai mengajar, ditarik dari pengalaman mengajar anak-anak misalnya dalam kondisi wajib hadir dan semua teori mengenai transaksi guru dan siswa didasarkan pada suatu definisi pendidikan sebagai proses pemindahan kebudayaan. Namun, orang dewasa sebagai pribadi yang sudah matang mempunyai kebutuhan dalam hal menetapkan daerah belajar di sekitar problem hidupnya.
Kalau ditarik dari pengertian pedagogi, maka andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai seni dan pengetahuan mengajar orang dewasa. Namun, karena orang dewasa sebagai individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka dalam andragogi yang lebih penting adalah kegiatan belajar dari siswa bukan kegiatan mengajar guru. Oleh karena itu, dalam memberikan definisi andragogi lebih cenderung diartikan sebagai seni dan pengetahuan membelajarkan orang dewasa.
Rumusan tujuan umum dan tujuan khusus pendidikan orang dewasa dikemukakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam membantu negara-negara yang baru merdeka untuk memajukan bangsanya. Dalam hal ini, tujuan khusus pendidikan orang dewasa itu menjadi sebahagian dari tujuan pendidikan orang dewasa melalui kegiatan program Direktorat Pendidikan Masyarakat yang sudah, sedang, dan akan dijalankan di Indonesia. Dari rumusan tujuan pendidikan orang dewasa, maka sangat nampak sekali bahwa tujuan yang ingin dicapai ditujukan kepada negara yang masih terbelakang dalam tingkat pendidikan masyarakat dan juga dalam tingkat kehidupannya. Sebagai bahan perbandingan tujuan pendidikan orang dewasa pada beberapa negara dapat dikemukakan seperti terlihat dalam Tabel 1.
Tabel 1 Perbandingan Tujuan Pendidikan Orang Dewasa di Beberapa Negara
2. 2. Kebutuhan Belajar Orang Dewasa.
Pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan, mengenai apapun bentuk isi, tingkatan status dan metoda apa yang digunakan dalam proses pendidikan tersebut, baik formal maupun non-formal, baik dalam rangka kelanjutan pendidikan di sekolah maupun sebagai pengganti pendidikan di sekolah, di tempat kursus, pelatihan kerja maupun di perguruan tinggi, yang membuat orang dewasa mampu mengembangkan kemampuan, keterampilan, memperkaya khasanah pengetahuan, meningkatkan kualifikasi keteknisannya atau keprofesionalannya dalam upaya mewujudkan kemampuan ganda yakni di suatu sisi mampu mengembangankan pribadi secara utuh dan dapat mewujudkan keikutsertaannya dalam perkembangan sosial budaya, ekonomi, dan teknologi secara bebas, seimbang, dan berkesinambungan.
Dalam hal ini, terlihat adanya tekanan rangkap bagi perwujudan yang ingin dikembangankan dalam aktivitas kegiatan di lapangan. Pertama untuk mewujudkan pencapaian perkembangan setiap individu, dan kedua untuk mewujudkan peningkatan keterlibatannya (partisipasinya) dalam aktivitas sosial dari setiap individu yang bersangkutan. Tambahan pula, bahwa pendidikan orang dewasa mencakup segala aspek pengalaman belajar yang diperlukan oleh orang dewasa, baik pria maupun wanita, sesuai dengan bidang keahlian dan kemampuannya masing-masing.
Dengan demikian hal itu dapat berdampak positif terhadap keberhasilan pembelajaran orang dewasa yang tampak pada adanya perubahan perilaku ke arah pemenuhan pencapaian kemampuan/keterampilan yang memadai. Di sini, setiap individu yang berhadapan dengan individu lain akan dapat belajar bersama dengan penuh keyakinan. Perubahan perilaku dalam hal kerjasama dalam berbagai kegiatan, merupakan hasil dari adanya perubahan setelah adanya proses belajar, yakni proses perubahan sikap yang tadinya tidak percaya diri menjadi perubahan kepercayaan diri secara penuh dengan menambah pengetahuan atau keterampilannya. Perubahan perilaku terjadi karena adanya perubahan (penambahan) pengetahuan atau keterampilan serta adanya perubahan sikap mental yang sangat jelas, dalam hal pendidikan orang dewasa tidak cukup hanya dengan memberi tambahan pengetahuan, tetapi harus dibekali juga dengan rasa percaya yang kuat dalam pribadinya. Pertambahan pengetahuan saja tanpa kepercayaan diri yang kuat, niscaya mampu melahirkan perubahan ke arah positif berupa adanya pembaharuan baik fisik maupun mental secara nyata, menyeluruh dan berkesinambungan.
Perubahan perilaku bagi orang dewasa terjadi melalui adanya proses pendidikan yang berkaitan dengan perkembangan dirinya sebagai individu, dan dalam hal ini, sangat memungkinkan adanya partisipasi dalam kehidupan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan diri sendiri, maupun kesejahteraan bagi orang lain, disebabkan produktivitas yang lebih meningkat. Bagi orang dewasa pemenuhan kebutuhannya sangat mendasar, sehingga setelah kebutuhan itu terpenuhi ia dapat beralih ke arah usaha pemenuhan kebutuhan lain yang lebih masih diperlukannya sebagai penyempurnaan hidupnya. Dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan yang fundamental, penulis mengacu pada teori Maslow tentang piramida kebutuhan sebagai berikut.
Setiap individu wajib terpenuhi kebutuhannya yang paling dasar (sandang dan pangan), sebelum ia mampu merasakan kebutuhan yang lebih tinggi sebagai penyempurnaan kebutuhan dasar tadi, yakni kebutuhan keamanaan, penghargaan, harga diri, dan aktualisasi dirinya. Bilamana kebutuhan paling dasar yakni kebutuhan fisik berupa sandang, pangan, dan papan belum terpenuhi, maka setiap individu belum membutuhkan atau merasakan apa yang dinamakan sebagai harga diri. Setelah kebutuhan dasar itu terpenuhi, maka setiap individu perlu rasa aman jauh dari rasa takut, kecemasan, dan kekhawatiran akan keselamatan dirinya, sebab ketidakamanan hanya akan melahirkan kecemasan yang berkepanjangan. Kemudian kalau rasa aman telah terpenuhi, maka setiap individu butuh penghargaan terhadap hak azasi dirinya yang diakui oleh setiap individu di luar dirinya. Jika kesemuanya itu terpenuhi barulah individu itu merasakan mempunyai harga diri. Dalam kaitan ini, tentunya pendidikan orang dewasa yang memiliki harga diri dan jati dirinya membutuhkan pengakuan, dan itu akan sangat berpengaruh dalam proses belajarnya. Secara psikologis, dengan mengetahui kebutuhan orang dewasa sebagai peserta kegiatan pendidikan/pelatihan, maka akan dapat dengan mudah dan dapat ditentukan kondisi belajar yang harus diciptakan, isi materi apa yang harus diberikan, strategi, teknik serta metode apa yang cocok digunakan. Menurut Lunandi (1987) yang terpenting dalam pendidikan orang dewasa adalah: Apa yang dipelajari pelajar, bukan apa yang diajarkan pengajar. Artinya, hasil akhir yang dinilai adalah apa yang diperoleh orang dewasa dari suatu pertemuan pendidikan/pelatihan, bukan apa yang dilakukan pengajar atau pelatih atau penceramah dalam pertemuan itu.
2.3. Prinsip Pendidikan Orang Dewasa
Pertumbuan orang dewasa dimulai pertengahan masa remaja (adolescence) sampai dewasa, di mana setiap individu tidak hanya memiliki kecenderungan tumbuh kearah menggerakkan diri sendiri tetapi secara aktual dia menginginkan orang lain memandang dirinya sebagai pribadi yang mandiri yang memiliki identitas diri. Dengan begitu orang dewasa tidak menginginkan orang memandangnya apalagi memperlakukan dirinya seperti anak-anak. Dia mengharapkan pengakuan orang lain akan otonomi dirinya, dan dijamin ketentramannya untuk menjaga identitas dirinya dengan penolakan dan ketidaksenangan akan setiap usaha orang lain untuk menekan, memaksa, dan manipulasi tingkah laku yang ditujukan terhadap dirinya. Tidak seperti anak-anak yang beberapa tingkatan masih menjadi objek pengawasan, pengendalian orang lain yaitu pengawasan dan pengendalian orang dewasa yang berada di sekeliling, terhadap dirinya.
Dalam kegiatan pendidikan atau belajar, orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang seolah-olah dibentuk dan dipengaruhi untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan memegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi tujuan kegiatan belajar atau pendidikan orang dewasa tentunya lebih mengarah kepada pencapaian pemantapan identitas dirinya sendiri untuk menjadi dirinya sendiri; atau, kalau meminjam istilah Rogers dalam Knowles (1979), kegiatan belajar bertujuan mengantarkan individu untuk menjadi pribadi atau menemuan jati dirinya. Dalam hal belajar atau pendidikan merupakan process of becoming a person. Bukan proses pembentukan atau process of being shaped yaitu proses pengendalian dan manipulasi untuk sesuai dengan orang lain; atau, kalau meminjam istilah Maslow (1966), belajar merupakan proses untuk mencapai aktualiasi diri (self-actualization).
Uraian di atas sesuai dengan konsepsi Rogers dalam Knowlws (1979) mengenai belajar lebih bersifat client centered. Dalam pendekatan ini Roger mendasarkan pada beberapa hipotesa berikut ini.
- Setiap individu hidup dalam dunia pengalaman yang selalu berubah dimana dirinya sendiri adalah sebagai pusat, dan semua orang mereaksi seperti dia mengalami dan mengartikan pengalaman itu. Ini berarti bahwa dia menekankan bahwa makna yang datang dari makna yang dimiliki. Dengan begitu, belajar adalah belajar sendiri dan yang tahu seberapa jauh dia telah menguasai sesuatu yang dipelajari adalah dirinya sendiri. Dengan hipotesa semacam ini maka dalam kegiatan belajar, keterlibatan siswa secara aktif mempunyai kedudukan sangat penting dan mendalam.
- Seseorang belajar dengan penuh makna hanya apabila sesuatu yang dia pelajari bermanfaat dalam pengembangan struktur dirinya. Hipotesa ini menekankan pentingnya program belajar yang relevan dengan kebutuhan siswa, yaitu belajar yang bermanfaat bagi dirinya. Dan tentunya ia akan mempersoalkan kebiasaan belajar dengan mata pelajaran yang dipaksakan atas dirinya, sehingga seolah-olah dirinya tidak berarti.
- Struktur dan organisasi diri kelihatan menjadi kaku dalam situasi terancam, dan akan mengendorkan apabila bebas dari ancaman. Ini berarti pengalaman yang dianggap tidak sesuai dengan dirinya hanya dapat diasimilasikan apabila organisasi diri itu dikendorkan dan diperluas untuk memasukkan pengalaman itu. Hipotesa ini menunjukkan realitas bahwa belajar kerap kali menimbulkan rasa tidak aman bagi siswa (siswa merasa tertekan). Untuk itu, dianjurkan pentingnya pemberian iklim yang aman, penerimaan, dan saling bantu dengan kepercayaan dan tanggung jawab siswa.
- Perbedaan persepsi setiap siswa diberikan perlindungan. Ini berarti di samping perlunya memberikan iklim belajar yang aman bagi siswa juga perlu pengembangan otonomi individu dari setiap siswa.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa dalam diri orang dewasa sebagai siswa yang sudah tumbuh kematangan konsep dirinya timbul kebutuhan psikologi yang mendalam yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi utuh yang mengarahkan dirinya sendiri. Namun, tidak hanya orang dewasa tetapi juga pemuda atau remaja juga memiliki kebutuhan semacam itu. Sesuai teori Peaget (1959) mengenai perkembangan psikologi dari kurang lebih 12 tahun ke atas individu sudah dapat berfikir dalam bentuk dewasa yaitu dalam istilah dia sudah mencapai perkembangan pikir formal operation. Dalam tingkatan perkembangan ini individu sudah dapat memecahkan segala persoalan secara logik, berfikir secara ilmiah, dapat memecahkan masalah-masalah verbal yang kompleks atau secara singkat sudah tercapai kematangan struktur kognitifnya. Dalam periode ini individu mulai mengembangkan pengertian akan diri (self) atau identitas (identitiy) yang dapat dikonsepsikan terpisah dari dunia luar di sekitarnya. Berbeda dengan anak-anak, di sini remaja (adolescence) tidak hanya dapat mengerti keadaan benda-benda di dekatnya tetapi juga kemungkinan keadaan benda-benda itu di duga. Dalam masalah nilai-nilai remaja mulai mempertanyakan dan membanding-bandingkan. Nilai-nilai yang diharapkan selalu dibandingkan dengan nilai yang aktual. Secara singkat dapat dikatakan remaja adalah tingkatan kehidupan dimana proses semacam itu terjadi, dan ini berjalan terus sampai mencapai kematangan.
Dengan begitu jelaslah kiranya bahwa pemuda (tidak hanya orang dewasa) memiliki kemampuan memikirkan dirinya sendiri, dan menyadari bahwa terdapat keadaan yang bertentangan antara nilai-nilai yang dianut dan tingkah laku orang lain. Oleh karena itu, dapat dikatakan sejak pertengaham masa remaja individu mengembangkan apa yang dikatakan "pengertian diri" (sense of identity).
Selanjutnya, Knowles (1970) mengembangkan konsep andragogi atas empat asumsi pokok yang berbeda dengan pedagogi. Keempat asumsi pokok itu adalah sebagai berikut.
Asumsi Pertama, seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau secara singkat dapat dikatakan pada anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana dia tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing maka akan timbul reaksi tidak senang atau menolak.
Asumsi kedua, sebagaimana individu tumbuh matang akan mengumpulkan sejumlah besar pengalaman dimana hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya, dan pada waktu yang sama memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru. Oleh karena itu, dalam teknologi andragogi terjadi penurunan penggunaan teknik transmital seperti yang dipakai dalam pendidikan tradisional dan lebih-lebih mengembangkan teknik pengalaman (experimental-technique). Maka penggunaan teknik diskusi, kerja laboratori, simulasi, pengalaman lapangan, dan lainnya lebih banyak dipakai.
Asumsi ketiga, bahwa pendidikan itu secara langsung atau tidak langsung, secara implisit atau eksplisit, pasti memainkan peranan besar dalam mempersiapkan anak dan orang dewasa untuk memperjuangkan eksistensinya di tengah masayarakat. Karena itu, sekolah dan pendidikan menjadi sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi maupun disintegrasi sosial di tengah masyarakat (Kartini Kartono, 1992). Selajan dengan itu, kita berasumsi bahwa setiap individu menjadi matang, maka kesiapan untuk belajar kurang ditentukan oleh paksaan akademik dan perkembangan biologisnya, tetapi lebih ditentukan oleh tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan peranan sosialnya. Dengan perkataan lain, orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya apakah sebagai pekerja, orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka bukan semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas peran sosialnya.
Asumsi keempat, bahwa anak-anak sudah dikondisikan untuk memiliki orientasi belajar yang berpusat pada mata pelajaran (subject centered orientation) karena belajar bagi anak seolah-olah merupakan keharusan yang dipaksakan dari luar. Sedang orang dewasa berkecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan masalah kehidupan (problem-centered-orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya.
Kempat asumsi dasar itulah yang dipakai sebagai pembanding antara konsep pedagogi dan andragogi. Penjelasan perbedaan andragogi dan pedagogi seperti di atas dapat dilukiskan dalam penjelasan Perbandingan Asumsi dan Model Pedagogi dan Andragogi berikut.
Peserta didik digambarkan sebagai seseorang yang bersifat tergantung. Masyarakat mengharapkan para guru bertanggung jawab sepenuhnya untuk menentukan apa yang harus dipelajari, kapan, bagaimana cara mempelajarinya, dan apa hasil yang diharapkan setelah selesai
Adalah suatu hal yang wajar apabila dalam suatu proses pendewasaan, seseorang akan berubah dari bersifat tergantung menuju ke arah memiliki kemampuan mengarahkan diri sendiri, namun setiap individu memiliki irama yang berbeda-beda dan juga dalam dimensi kehidupan yang berbeda-beda pula. Dan para guru bertanggungjawab untuk menggalakkan dan memelihara kelangsungan perubahan tersebut. Pada umumnya orang dewasa secara psikologis lebih memerlukan penga- rahan diri, walaupun dalam keadaan tertentu mereka bersifat tergantung.
Fungsi Pengalaman peserta didik
Di sini pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik tidak besar nilainya, mungkin hanya berguna untuk titik awal. Sedangkan penglaman yang sangat besar manfaatnya adalah pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari gurunya, para penulis, produsen alat-alat peraga atau alat-alat audio visual dan pengalaman para ahli lainnya. Oleh karenanya, teknik utama dalam pendidikan adalah teknik penyampaian yang berupa: ceramah, tugas baca, dan penyajian melalui alat pandang dengar.
Di sini ada anggapan bahwa dalam perkembangannya seseorang membuat semacam alat penampungan (reservoair) pengalaman yang kemudian akan merupakan sumber belajar yang sangat bermanfaat bagi diri sendiri mau pun bagi orang lain. Lagi pula seseorang akan menangkap arti dengan lebih baik tentang apa yang dialami daripada apabila mereka memperoleh secara pasif, oleh karena itu teknik penyampaian yang utama adalah eksperimen, percobaan-percobaan di laboratorium, diskusi, pemecahan masalah, latihan simulasi, dan praktek lapangan.
Kesiapan belajar
Seseorang harus siap mempelajari apapun yang dikatakan oleh masyarakat, dan hal ini menimbulkan tekanan yang cukup besar bagi mereka karena adanya perasaan takut gagal, anak-anak yang sebaya diaggap siap untuk mempelajari hal yang sama pula, oleh karena itu kegiatan belajar harus diorganisasikan dalam suatu kurikulum yang baku, dan langkah-langkah penyajian harus sama bagi semua orang.
Seseorang akan siap mempelajari sesuatu apabila ia merasakan perlunya melakukan hal tersebut, karena dengan mempelajari sesuatu itu ia dapat memecahkan masalahnya atau dapat menyelesaikan tugasnya sehari-hari dengan baik. Fungsi pendidik di sini adalah menciptakan kondisi, menyiapkan alat serta prosedur untuk membantu mereka menemukan apa yang perlu mereka ketahui. Dengan demikian program belajar harus disusun sesuai dengan kebutuhan kehidupan mereka yang sebenarnya dan urutan-urutan penyajian harus disesuaikan dengan kesiapan peserta didik.
Orientasi belajar
Peserta didik menyadari bahwa pendidikan adalah suatu proses penyampaian ilmu pengetahuan, dan mereka memahami bahwa ilmu-ilmu tersebut baru akan bermanfaat di kemudian hari. Oleh karena itu, kurikulum harus disusun sesuai dengan unit-unit mata pelajaran dan mengikuti urutan-urutan logis ilmu tersebut , misalnya dari kuno ke modern atau dari yang mudah ke sulit. Dengan demikian, orientasi belajar ke arah mata pelajaran. Artinya jadwal disusun berdasarkan keterselesaian nya mata-mata pelajaran yang telah ditetapkan.
Peserta didik menyadari bahwa pendidikan merupakan suatu proses peningkatan pengembangan kemampuan diri untuk mengembangkan potensi yang maksimal dalam hidupnya. Mereka ingin mampu menerapkan ilmu dan keterampilan yang diperolehnya hari ini untuk mencapai kehidupan yang lebih baik atau lebih efektif untuk hari esok. Berdasarkan hal tersebut di atas, belajar harus disusun ke arah pengelompokan pengembangan kemampuan. Dengan demikian orientasi belajar terpusat kepada kegiatannya. Dengan kata lain, cara menyusun pelajaran berdasarkan kemampuan-kemampuan apa atau penampilan yang bagaimana yang diharap kan ada pada peserta didik.
Sumber: Tamat (1985: hal. 20-22)
2.4. Kondisi Pembelajaran Orang Dewasa
Pembelajaran yang diberikan kepada orang dewasa dapat efektif (lebih cepat dan melekat pada ingatannya), bilamana pembimbing (pelatih, pengajar, penatar, instruktur, dan sejenisnya) tidak terlalu mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara, namun mengupayakan agar individu orang dewasa itu mampu menemukan alternatif-alternatif untuk mengembangkan kepribadian mereka. Seorang pembimbing yang baik harus berupaya untuk banyak mendengarkan dan menerima gagasan seseorang, kemudian menilai dan menjawab pertanyaan yang diajukan mereka. Orang dewasa pada hakekatnya adalah makhluk yang kreatif bilamana seseorang mampu menggerakkan/menggali potensi yang ada dalam diri mereka. Dalam upaya ini, diperlukan keterampilan dan kiat khusus yang dapat digunakan dalam pembelajaran tersebut. Di samping itu, orang dewasa dapat dibelajarkan lebih aktif apabila mereka merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran, terutama apabila mereka dilibatkan memberi sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat mereka merasa berharga dan memiliki harga diri di depan sesama temannya. Artinya, orang dewasa akan belajar lebih baik apabila pendapat pribadinya dihormati, dan akan lebih senang kalau ia boleh sumbang saran pemikiran dan mengemukakan ide pikirannya, daripada pembimbing melulu menjejalkan teori dan gagasannya sendiri kepada mereka.
Oleh karena sifat belajar bagi orang dewasa adalah bersifat subjektif dan unik, maka terlepas dari benar atau salahnya, segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, teori, sistem nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan dan menyampingkan) harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar orang dewasa. Namun demikian, pembelajaran orang dewasa perlu pula mendapatkan kepercayaan dari pembimbingnya, dan pada akhirnya mereka harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa kepercayaandiri tersebut, maka suasana belajar yang kondusif tak akan pernah terwujud.
Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan pendirian yang berbeda. Dengan terciptanya suasana yang baik, mereka akan dapat mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas, walaupun mereka saling berbeda pendapat. Orang dewasa mestinya memiliki perasaan bahwa dalam suasana/ situasi belajar yang bagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam oleh sesuatu sanksi (dipermalukan, pemecatan, cemoohan, dll).
Keterbukaan seorang pembimbing sangat membantu bagi kemajuan orang dewasa dalam mengembangkan potensi pribadinya di dalam kelas, atau di tempat pelatihan. Sifat keterbukaan untuk mengungkapkan diri, dan terbuka untuk mendengarkan gagasan, akan berdampak baik bagi kesehatan psikologis, dan psikis mereka. Di samping itu, harus dihindari segala bentuk akibat yang membuat orang dewasa mendapat ejekan, hinaan, atau dipermalukan. Jalan terbaik hanyalah diciptakannya suasana keterbukaan dalam segala hal, sehingga berbagai alternatif kebebasan mengemukakan ide/gagasan dapat diciptakan.
Dalam hal lainnya, tidak dapat dinafikkan bahwa orang dewasa belajar secara khas dan unik. Faktor tingkat kecerdasan, kepercayaan diri, dan perasaan yang terkendali harus diakui sebagai hak pribadi yang khas sehingga keputusan yang diambil tidak harus selalu sama dengan pribadi orang lain. Kebersamaan dalam kelompok tidak selalu harus sama dalam pribadi, sebab akan sangat membosankan kalau saja suasana yang seakan hanya mengakui satu kebenaran tanpa adanya kritik yang memperlihatkan perbedaan tersebut. Oleh sebab itu, latar belakang pendidikan, latar belakang kebudayaan, dan pengalaman masa lampau masing-masing individu dapat memberi warna yang berbeda pada setiap keputusan yang diambil.
Bagi orang dewasa, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan suatu fasilitas yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, berani tampil beda, dapat berlaku dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang mereka peroleh. Walaupun sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan, namun kesalahan, dan kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang wajar dari belajar.
Pada akhirnya, orang dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Bagi orang dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Dengan demikian, diperlukan adanya evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok dirasakannya berharga untuk bahan renungan, di mana renungan itu dapat mengevaluasi dirinya dari orang lain yang persepsinya bisa saja memiliki perbedaan.
2.5. Pengaruh Penurunan Faktor Fisik Orang Dewasa dalam Belajar
Proses belajar manusia berlangsung hingga ahkir hayat (long life education). Namun, ada korelasi negatif antara pertambahan usia dengan kemampuan belajar orang dewasa. Artinya, setiap individu orang dewasa, makin bertambah usianya, akan semakin sukar baginya belajar (karena semua aspek kemampuan fisiknya semakin menurun). Misalnya daya ingat, kekuatan fisik, kemampuan menalar, kemampuan berkonsentrasi, dan lain-lain semuanya memperlihatkan penurunannya sesuai pertambahan usianya pula. Menurut Lunandi (1987), kemajuan pesat dan perkembangan berarti tidak diperoleh dengan menantikan pengalaman melintasi hidup saja. Kemajuan yang seimbang dengan perkembangan zaman harus dicari melalui pendidikan. Menurut Verner dan Davidson dalam Lunandi (1987) ada enam faktor yang secara psikologis dapat menghambat keikutsertaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan:
- Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan atau titik terdekat yang dapat dilihat secara jelas mulai bergerak makin jauh. Pada usia dua puluh tahun seseorang dapat melihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya. Sekitar usia empat puluh tahun titik dekat penglihatan itu sudah menjauh sampai 23 cm.
- Dengan bertambahnya usia, titik jauh penglihatan atau titik terjauh yang dapat dilihat secara jelas mulai berkurang, yakni makin pendek. Kedua faktor ini perlu diperhatikan dalam pengadaan dan pengunaan bahan dan alat pendidikan.
- Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan dalam suatu situasi belajar. Kalau seseorang pada usia 20 tahun memerlukan 100 Watt cahaya, maka pada usia 40 tahun diperlukan 145 Watt, dan pada usia 70 tahun seterang 300 Watt baru cukup untuk dapat melihat dengan jelas.
- Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah daripada spektrum. Hal ini disebabkan oleh menguningnya kornea atau lensa mata, sehingga cahaya yang masuk agak terasing. Akibatnya ialah kurang dapat dibedakannya warna-warna-warna lembut. Untuk jelasnya perlu digunakan warna-warna cerah yang kontras utuk alat-alat peraga.
- Pendengaran atau kemampuan menerima suara mengurang dengan bertambahnya usia. Pada umumnya seseorang mengalami kemunduran dalam kemampuannya membedakan nada secara tajam pada tiap dasawarsa dalam hidupnya. Pria cenderung lebih cepat mundur dalam hal ini daripada wanita. Hanya 11 persen dari orang berusia 20 tahun yang mengalami kurang pendengaran. Sampai 51 persen dari orang yang berusia 70 tahun ditemukan mengalami kurang pendengaran.
- Pembedaan bunyi atau kemampuan untuk membedakan bunyi makin mengurang dengan bertambahnya usia. Dengan demikian, bicara orang lain yang terlalu cepat makin sukar ditangkapnya, dan bunyi sampingan dan suara di latar belakangnya bagai menyatu dengan bicara orang. Makin sukar pula membedakan bunyi konsonan seperti t, g, b, c, dan d.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang dewasa dalam situasi belajar mempunyai sikap tertentu, maka perlu diperhatikan hal-hal tersebut di bawah ini:
- Terciptanya proses belajar adalah suatu prose pengalaman yang ingin diwujudkan oleh setiap individu orang dewasa. Proses pembelajaran orang dewasa berkewajiban memotivasi/mendorong untuk mencari pengetahuan yang lebih tinggi.
- Setiap individu orang dewasa dapat belajar secara efektif bila setiap individu mampu menemukan makna pribadi bagi dirinya dan memandang makna yang baik itu berhubungan dengan keperluan pribadinya.
- Kadangkala proses pembelajaran orang dewasa kurang kondusif, hal ini dikarenakan belajar hanya diorientasikan terhadap perubahan tingkah laku, sedang perubahan perilaku saja tidak cukup, kalau perubahan itu tidak mampu menghargai budaya bangsa yang luhur yang harus dipelihara, di samping metode berpikir tradisionil yang sukar diubah.
- Proses pembelajaran orang dewasa merupakan hal yang unik dan khusus serta bersifat individual. Setiap individu orang dewasa memiliki kiat dan strategi sendiri untuk memperlajari dan menemukan pemecahan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran tersebut. Dengan adanya pelung untuk mengamati kiat dan strategi individu lain dalam belajar, diharapkan hal itu dapat memperbaiki dan menyempurnakan caranya sendiri dalam belajar, sebagai upaya koreksi yang lebih efektif.
- Faktor pengalaman masa lampau sangat berpengaruh pada setiap tindakan yang akan dilakukan, sehingga pengalaman yang baik perlu digali dan ditumbuhkembangkan ke arah yang lebih bermanfaat.
- Belajar adalah suatu transformasi ilmu pengetahuan dan juga merupakan proses pengembangan intelektualitas seseorang. Pemaksimalan hasil belajar dapat dicapai apabila setiap individu dapat memperluas jangkauan pola berpikirnya.
Di satu sisi, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses evolusi. Artinya penerimaan ilmu tidak dapat dipaksakan sekaligus begitu saja, tetapi dapat dilakukan secara bertahap melalui suatu urutan proses tertentu. Dalam kegiatan pendidikan, umumnya pendidik menentukan secara jauh mengenai materi pengetahuan dan keterampilan yang akan disajikan. Mereka mengatur isi (materi) ke dalam unit-unit, kemudian memilih alat yang paling efisien untuk menyampai unit-unit dari materi tersebut, misalnya ceramah, membaca, pekerjaan laboratorium, film, mendengar kaset dan lain-lain. Selanjutnya mengembangkan suatu rencana untuk menyampaikan unit-unit isi ini dalam suatu bentuk urutan.
Dalam andragogi, pendidik atau fasilitator mempersiapkan secara jauh satu perangkat prosedur untuk melibatkan siswa dalam suatu proses yang melibatkan elemen-elemen sebagai berikut: (a) menciptakan iklim yang mendukung belajar, (b) menciptakan mekanisme untuk perencanaan bersama, (c) diagnosis kebutuhan-kebutuhan belajar, (d) merumuskan tujuan-tujuan program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar, (e) merencanakan pola pengalaman belajar, (f) melakukan pengalaman belajar ini dengan teknik-teknik dan materi yang memadai, dan (g) mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosa kembali kebutuhan-kebutuhan belajar.
Menurut Edgar Dale dalam Arif (1994) bahwa dalam dunia pendidikan, penggunaan bahan/sarana belajar seringkali menggunakan prinsip Kerucut Pengalaman seperti Gambar 2, yang membutuhkan bahan dan sarana belajar, seperti buku teks, bahan belajar yang dibuat sendiri oleh fasilitator, dan alat pandang dengar.
Sumber : Arif (1994: hal 79)
2.6. Metode Pendidikan Orang Dewasa
Dalam pembelajaran orang dewasa, banyak metode yang diterapkan. Untuk memberhasilkan pembelajaran semacam ini, apapun metode yang diterapkan seharusnya mempertimbangkan faktor sarana dan prasarana yang tersedia untuk mencapai tujuan akhir pembelajaran, yakni agar peserta dapat memiliki suatu pengalaman belajar yang bermutu. Merupakan suatu kekeliruan besar bilamana dalam hal ini, pembimbing secara kurang wajar menetapkan pemanfaatan metode hanya karena faktor pertimbangannya sendiri yakni menggunakan metode yang dianggapnya paling mudah, atau hanya disebabkan karena keinginannya dikagumi oleh peserta di kelas itu ataupun mungkin ada kecenderungannya hanya menguasai satu metode tertentu saja. Selajan dengan itu, menurut Lunandi (1987), proses belajar tersebut, dirinci menjadi seperti terlihat dalam Gambar 3.
Sumber : Lunandi (1987 : hal 26)
Penetapan pemilihan metode seharusnya guru mempertimbangkan aspek tujuan yang ingin dicapai, yang dalam hal ini mengacu pada garis besar program pengajaran yang dibagi dalam dua jenis:
- Rancangan proses untuk mendorong orang dewasa mampu menata dan mengisi pengalaman baru dengan mempedomani masa lampau yang pernah dialami, misalnya dengan latihan keterampilan, melalui tanya jawab, wawancara, konsultasi, latihan kepekaan, dan lain-lain, sehingga mampu memberi wawasan baru pada masing-masing individu untuk dapat memanfaatkan apa yang sudah diketahuinya.
- Proses pembelajaran yang dirancang untuk tujuan meningkatkan transfer pengetahuan baru, pengalaman baru, keterampilan baru, untuk mendorong masing-masing individu orang dewasa dapat meraih semaksimal mungkin ilmu pengetahuan yang diinginkannya, apa yang menjadi kebutuhannya, keterampilan yang diperlukannya, misalnya belajar menggunakan program komputer yang dibutuhkan di tempat ia bekerja.
Untuk menguraikan lebih lanjut apa yang dimaksud di atas, secara singkat diperinci bagaimana hubungannya dengan kedua ujung pada kontinum proses belajar, yakni penataan (atau penataan kembali) pengalaman belajar di ujung yang satu, dan perluasan pengalaman belajar di ujung yang lain, seperti dapat dilihat dalam penjelasan tentang Penataan Pengalaman Belajar
A s p e k berikut.
Penataan Pengalaman Mengajar
Persiapan dan orientasi harus:
Membuat pelajar enak mengungkapkan sukses dan kegagalannya di masa lalu, mengutamakan makna penilaian pengalaman masa lampau untuk dapat mengatasi masalah serupa di kemudian hari
Mengutamakan masalah yang kini tak dapat dipecahkan oleh pelajar, tetapi dapat dipecahkannya setelah menda pat bahan baru. Membantu pelajar untuk mengatasi ketidakmampuannya menggumuli bahan baru.
Suasana dan kecepatan belajar:
merenungkan banyak tanpa tergesa-gesa dipengaruhi sangat oleh reaksi dan kemampuan pelajar menarik dan mengasikkan ditentukan sangat oleh sifat dan isi pelajaran
Peran yang mengajar lebih banyak:
menciptakan suasana, memberi makna pada pengalaman belajar, memancing ungkapan pengalaman, memberi umpan balik, membantu membuat genera lisasi
mengenal masalah pelajar, menjelaskan sasaran pelajaran, memberikan data dan konsep baru, atau memper lihatkan tingkah laku baru
Peran yang belajar lebih banyak
mengungkapkan data mengenai pengalaman dan pendapat nya, menganalisa pengalamannya, menggali alternatif dan manfaat
Mengolah data dan konsep baru, mempraktekkan bahan baru, melihat penerapan bahan baru pada situasi nyata
Sukses bergantung diri
suasana bebas dari ancaman, rasa kebutuhan pelajar untuk menemukan pendekatan baru dalam mengatasi masalah lama.
Kejelasan penyajian baru, penghargaan pelajar terhadap pengajar, relevansi bahan baru penilaian pelajar.
Sumber : Lunandi (1987: hal 27-28)
Gambaran di atas menunjukkan adanya beberapa program pendidikan orang dewasa, yang dalam pelaksanaan programnya membutuhkan kombinasi berbagai metode yang cocok sesuai situasi dan kondisi yang diperlukan sehingga dicapai hasil yang memuaskan. Kemampuan orang dewasa belajar dapat diperkirakan sebagai berikut: (a) 1% melalui indera perasa, (b) 1½ % melalui indera peraba, (c) 3½% melalui indera penciuman, (d) 11% melalui indera pendengar, dan (e) 83% melalui indera penglihat (Lunandi, 1987).
Sejalan dengan itu, orang dewasa belajar lebih efektif apabila ia dapat mendengarkan dan berbicara. Lebih baik lagi kalau di samping itu ia dapat melihat pula, dan makin efektif lagi kalau dapat juga mengerjakan. Komposisi kemampuan tersebut dapat dilukiskan ke dalam piramida belajar (pyramida of learning) seperti terlihat dalam Gambar 4.
Dari gambar di atas tampak bahwa pada ceramah peserta hanya mendengarkan. Fungsi bicara hanya sedikit terjadi pada waktu tanya jawab. Untuk metode diskusi bicara dan mendengarkan adalah seimbang. Dalam pendidikan dengan cara demonstrasi, peserta sekaligus mendengar, melihat dan berbicara. Pada saat latihan praktis peserta dapat mendengar, berbicara, melihat dan mengerjakan sekaligus, sehingga dapat diperkirakan akan menjadi paling efektif.
2.7. Implikasi Terhadap Pembelajaran Orang Dewasa
Usaha-usaha ke arah penerapan teori andragogi dalam kegiatan pendidikan orang dewasa telah dicobakan oleh beberapa ahli, berdasarkan empat asumsi dasar orang dewasa seperti telah dijelaskan di atas yaitu: konsep diri, akumulasi pengalaman, kesiapan belajar, dan orientasi belajar. Asumsi dasar tersebut dijabarkan dalam proses perencanaan kegiatan pendidikan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Menciptakan suatu struktur untuk perencanaan bersama. Secara ideal struktur semacam ini seharusnya melibatkan semua pihak yang akan terkenai kegiatan pendidikan yang direncanakan, yaitu termasuk para peserta kegiatan belajar atau siswa, guru atau fasilitator, wakil-wakil lembaga dan masyarakat.
- Menciptakan iklim belajar yang mendukung untuk orang dewasa belajar. Adalah sangat penting menciptakan iklim kerjasama yang menghargai antara guru dan siswa. Suatu iklim belajar orang dewasa dapat dikembangkan dengan pengaturan lingkungan phisik yang memberikan kenyamanan dan interaksi yang mudah, misalnya mengatur kursi atau meja secara melingkar, bukan berbaris-berbaris ke belakang. Guru lebih bersifat membantu bukan menghakimi.
- Diagnosa sendiri kebutuhan belajarnya. Diagnosa kebutuhan harus melibatkan semua pihak, dan hasilnya adalah kebutuhan bersama.
- Formulasi tujuan. Agar secara operasional dapat dikerjakan maka perumusan tujuan itu hendaknya dikerjakan bersama-sama dalam deskripsi tingkah laku yang akan dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diatas.
- Mengembangkan model umum. Ini merupakan aspek seni dari perencanaan program, dimana harus disusun secara harmonis kegiatan belajar dengan membuat kelompok-kelompok belajar baik kelompok besar maupun kelompok kecil.
- Perencanaan evaluasi. Seperti halnya dalam diagnosa kebutuhan, dalam evaluasi harus sejalan dengan prinsip-prinsip orang dewasa, yaitu sebagai pribadi dan dapat mengarahkan diri sendiri. Maka evaluasi lebih bersifat evaluasi sendiri atau evaluasi bersama.
Aplikasi yang diutarakan di atas sebenarnya lebih bersifat prinsip-prinsip atau rambu-rambu sebagai kendali tindakan membelajarkan orang dewasa. Oleh karena itu, keberhasilannya akan lebih benyak tergantung pada setiap pelaksanaan dan tentunya juga tergantung kondisi yang dihadapi. Jadi, implikasi pengembangan teknologi atau pendekatan andragogi dapat dikaitkan terhadap penyusunan kurikulum atau cara mengajar terhadap mahasiswa. Namun, karena keterikatan pada sistem lembaga yang biasanya berlangsung, maka penyusunan program atau kurikulum dengan menggunakan andragogi akan banyak lebih dikembangkan dengan menggunakan pendekatan andragogi ini.
3. Simpulan dan Saran
3.1. Simpulan
Pendidikan atau belajar adalah sebagai proses menjadi dirinya sendiri (process of becoming) bukan proses untuk dibentuk (process of beings haped) menurut kehendak orang lain, maka kegiatan belajar harus melibatkan individu atau client dalam proses pemikiran apa yang mereka inginkan, mencari apa yang dapat dilakukan untuk memenuhi keinginan itu, menentukan tindakan apa yang harus dilakukan, dan merencanakan serta melakukan apa saja yang perlu dilakukan untuk mewujudkan keputusan itu. Dapat dikatakan disini tugas pendidik pada umumnya adalah menolong orang belajar bagaimana memikirkan diri mereka sendiri, mengatur urusan kehidupan mereka sendiri dan mempertimbangkan pandangan dan interest orang lain. Dengan singkat menolong orang lain untuk berkembang dan matang. Dalam andragogi, keterlibatan orang dewasa dalam proses belajar jauh lebih besar, sebab sejak awal harus diadakan suatu diagnosa kebutuhan, merumuskan tujuan, dan mengevaluasi hasil belajar serta mengimplementasikannya secara bersama-sama.
3.2. Saran
Pengembangan teknologi andragogi hanya dapat dilakukan apabila diyakini bahwa orang dewasa sebagai pribadi yang matang sudah dapat mengarahkan diri mereka sendiri, mengerti diri sendiri, dapat mengambil keputusan untuk sesuatu yang menyangkut dirinya. Tanpa ada keyakinan semacam itu kiranya tidak akan tumbuh pendekatan andragogi. Dengan kata lain andragogi tidak akan mungkin berkembang apabila meninggalkan ideal dasar orang dewasa sebagai pribadi yang mengarahkan diri sendiri. Bagi pengambil kebijakan dalam hal pembelajaran orang dewasa diharapkan mampu memberikan pertimbangan holistik ke arah pengembangan keterampilan dan peningkatan sumber daya orang dewasa yang berkualitas.
Pustaka Acuan
Ahmuddiputra, Enuh, & Atmaja, Basar, Suyatna. (1986). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Karunika.
Arif, Zainuddin. (1994). Andragogi. Bandung: Angkasa.
Lunandi, A, G. (1987). Pendidikan orang dewasa. Jakarta: Gramedia.
Kartono, Kartini. (1992 ). Pengantar Ilmu Mendidik Teoritis: Apakah Pendidikan Masih Diperlukan?. Bandung: Mandar Maju.
Kartono, Kartini. (1997). Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nsional: Beberapa Kritik Dan Sugesti. Jakarta: Pradnya Paramtra
Knowles, Malcolm S. (1970). "The modern practicsof adult education, andragogy versuspedagogi". New York : Association Press.
---------------------(1979). "The adult learners : A neglected species". Texas : Gulf Publishing Company Houston.
Maslow, A. H. (1966). "Toward a psycology Please do not use illegal software...of being". New Jersey : Van Nostrand.
Piaget, J. (1959). "The growth of logical thinking from childood fo adolescence. New York : Basic Books.
Semiawan, R. Conny., Putrawan, Made., & Setiawan, TH, I. (1999). Dimensi Kreatif Dalam Filsafat Ilmu. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Tamat, Tisnowati. (1984). Dari Pedagogik ke Andragogik. Jakarta: Pustaka Dian
13 November 2007
Lowongan Tenaga Fasilitator
- D-3 Teknik Sipil pengalaman 5 thn.
- S-1 Teknik Sipil pengalaman 3 thn *.
- Menguasai aplikasi komputer
- Pengalaman dalam bidang pengembangan dan serta pendampingan masyarakat
- Bersedia ditempatkan di seluruh Jawa Timur
- D-3 (semua disiplin ilmu) pengalaman 5 thn.
- S-1 (semua disiplin ilmu) pengalaman 3 thn *.
- Menguasai aplikasi komputer
- Pengalaman dalam bidang pendampingan masyarakat.
- Bersedia ditempatkan di seluruh Jawa Timur
25 September 2007
Manajemen Data
- Pengumpulan data
- Integritas pengujian
- Penyimpanan
- Keamanan
- Pemeliharaan
- Organisasi
- Pengambilan
Sumber daya ada yang dapat berubah (berubah ke bentuk yang lain, baik menjadi semakin besar maupun hilang maupun ada pula sumber daya yang kekal (selalu tetap).
-------------------
1. lebih cepat
2. lebih luas sebarannya, dan
3. lebih lama penyimpanannya.
Ditemukannya alfabet dan angka arabik memudahkan cara penyampaian informasi yang lebih efisien dari cara yang sebelumnya. Suatu gambar yang mewakili suatu peristiwa dibuat dengan kombinasi alfabet, atau dengan penulisan angka, seperti MCMXLIII diganti dengan 1943.
I. HIRARKI DATA
- File yaitu kumpulan catatan data yang berhubungan dengan subyek tertentu.
- Catatan adalah elemen data yang berhubungan dengan obyek tertentu.
- Elemen data yaitu unit data terkecil yang tidak dapat dibagi lagi menjadi unit yang berarti.
- Suatu organisasi / penyusunan data di suatu medium penyimpanan yang terdiri dari suatu catatan mengikuti satu catatan lain dalam suatu urutan tertentu.
- Contoh pita magnetik yg digunakan untuk menyimpan data
komputer memiliki bentuk fisik yg sama dengan pita audio.
- Cara mengorganisasikan data yang ditulis dan dibaca tanpa pencarian secara berurutan.
- DASD dapat diarahkan ke lokasi manapun dalam medium penyimpanan dan digunakan sebagai media input.
- Pengumpulan transaksi dan pemrosesan semua sekaligus dalam batch.
- Kelemahan dari pemrosesan ini manajemen tidak selalu memiliki informasi mutakhir yg menggambarkan sistem fisik.
- Pengolahan transaksi satu per satu, kadang saat terjadinya transaksi, karena pengolahan on-line berorientasi transaksi.
- Sistem yang mengendalikan sistem fisik, dimana sistem ini mengharuskan komputer berespon cepat pada sistem fisik.
- Pengulangan data
- Ketergatungan data
- Kepemilikan data yang tersebar
- Yaitu integrasi logis dari catatan-catatan file.
- Tujuan dari konsep database adalah meminimumkan pengulangan dan mencapai independensi data.
- Independensi data adalah kemampuaan untuk membuat perubahan dalam struktur data tanpa membuat perubahan pada program yang memproses data.
- Independensi data dicapai dgn menempatkan spesifikasi dalam tabel & kamus yg terpisah secara fisik dari program.
- Program mengacu pada tabel untuk mengakses data.
- Database
- File
- Catatan
- Elemen data
2. Mencapai independensi data.
- Spesifikasi data disimpan dalam tiap program aplikasi.
- Perubahan dapat dibuat pada struktur data tanpa mempengaruhi program yang mengakses data.
- Saat file dibentuk sehingga menyediakan kaitan logis, organisasi fisik tidak lagi menjadi kendala.
- Hubungan logis query language memungkinkan pemakai mengambil data dalam hitungan detik atau menit.
- Baik DBMS mainframe maupun komputer mikro dapat menyertakan beberapa lapis keamanan seperti kata sandi, directori pemakai, dan bahasa sandi.
2. Memperoleh konfigurasi perangkat keras yang besar.
3. Memperkerjakan dan mempertahankan staf DBA.
- Data yang berulang dalam bentuk multifile duplikat maupun data duplikat dalam satu file.
- Data dan program menyatu.
- Kebutuhan untuk mengintegrasikan data dari file-file.
- Kebutuhan untuk memperoleh data secara cepat.
- Kebutuhan untuk membuat data dengan aman.
12 September 2007
Marhaban Ya Ramadhan...
Beberapa Aspek Hukum Berkaitan dengan Puasa
a. Faman kana minkum maridhan (Siapa di antara kamu yang menderita sakit)
Maridh berarti sakit. Penyakit dalam kaitannya dengan berpuasa secara garis besar dapat dibagi dua:
1. Penderita tidak dapat berpuasa; dalam hal ini ia wajib berbuka; dan
2. Penderita dapat berpuasa. tetapi dengan mendapat kesulitan atau keterlarnbatan penyembuhan, maka ia dianjurkan tidak berpuasa.
Sebagian ulama menyatakan bahwa penyakit apa pun yang diderita oleh seseorang, membolehkannya untuk berbuka. Ulama besar Ibnu Sirin, pernah ditemui makan di siang hari bulan Ramadhan, dengan alasan jari telunjuknya sakit. Betapapun, harus dicatat bahwa Al-Quran tidak merinci persolan ini. Teks ayat mencakup pemahaman Ibnu Sirin tersebut. Namun demikian agaknya kita dapat berkata bahwa Allah SWT sengaja memilih redaksi demikian, guna menyerahkan kepada nurani masing-masing untuk menentukan sendiri apakah ia puasa atau tidak. Di sisi lain harus diingat bahwa orang yang tidak berpuasa dengan alasan sakit atau dalam perjalanan tetap harus menggantikan hari-hari ketika ia tldak berpuasa dalam kesempatan yang lain.
b. Aw 'ala safarin (atau dalam perjalanan)
Ulama-ulama berbeda pendapat tentang bolehnya berbuka puasa bagi orang yang sedang musafir. Perbedaan tersebut berkaitan dengan jarak perjalanan. Secara umum dapat di katakan bahwa jarak perjalanan tersebut sekitar 90 kilometer, tetapi ada juga yang tidak menetapkan jarak tertentu. sehingga seberapa pun jarak yang ditempuh selama dinamai safar atau perjalanan, maka hal itu merupakan izin untuk memperoleh kemudahan (rukhshah).
Perbedaan lain berkaitan dengan 'illat (sebab) izin ini. Apakah karena adanya unsur safar (perjalanan) atau unsur keletihan akibat perjalanan. Di sini, dipermasalahkan misalnya jarak antara Jakarta-Yogya yang ditempuh dengan pesawat kurang dari satu jam, serta tidak meletihkan, apakah ini dapat dijadikan alasan untuk berbuka atau meng-qashar shalat atau tidak. lni antara lain berpulang kepada tinjauan sebab izin ini.
Selanjutnya mereka juga memperselisihkan tujuan perjalanan yang membolehkan berbuka (demikian juga qashar dan menjamak shalat). Apakah perjalanan tersebut harus bertujuan dalam kerangka ketaatan kepada Allah, misalnya perjalanan haji, silaturahmi, belajar atau termasuk juga perjalanan bisnis dan mubah (yang dibolehkan) seperti wisata dan sebagainya? Agaknya alasan yang memasukkan hal-hal di atas sebagai membolehkan berbuka lebih kuat, kecuali jika perjalanan tersebut untuk perbuatan maksiat, maka tentu yang bersangkutan tidak memperoleh izin untuk berbuka dan atau menjamak shalatnya. Bagaimana mungkin orang yang durhaka memperoleh rahmat kemudahan dari Allah SWT?
Juga diperselisihkan apakah yang lebih utama bagi seorang musafir, berpuasa atau berbuka? Imam Malik dan Imam Syafi'i menilai bahwa berpuasa lebih utama dan lebih baik bagi yang mampu, tetapi sebagian besar ulama bermazhab Maliki dan Syafii menilai bahwa hal ini sebaiknya diserahkan kepada masing-masing pribadi, dalam arti apa pun pilihannya, maka itulah yang lebih baik dan utama. Pendapat ini dikuatkan oleh sebuah riwayat dari Imam Bukhari dan Muslim melalui Anas bin Malik yang menyatakan bahwa. "Kami berada dalam perjalanan di bulan Ramadhan. ada yang berpuasa dan ada pula yang tidak berpuasa. Nabi tidak mencela yang berpuasa. dan tidak juga (mereka) yang tidak berpuasa."
Memang ada juga ulama yang beranggapan bahwa berpuasa lebih baik bagi orang yang mampu. Tetapi sebaliknya, ada pula yang menilai bahwa berbuka lebih baik dengan alasan, ini adalah izin Allah. Tidak baik menolak izin dan seperti penegasan Al-Quran sendiri dalam konteks puasa. "Allah menghendaki kemudahan untuk kamu dan tidak menghendaki kesulitan."
Bahkan ulama-ulama Zhahiriyah dan Syiah mewajibkan berbuka.
c. Fa 'iddatun min ayyamin ukhar (sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari lain).
Ulama keempat mazhab Sunnah menyisipkan kalimat untuk meluruskan redaksi di atas. sehingga terjemahannya lebih kurang berbunyi. "Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (dan ia tidak berpuasa). maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari-hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain"
Kalimat "lalu ia tidak berpuasa" adalah sisipan yang oleh ulama perlu adanya, karena terdapat sekian banyak hadis yang membolehkan berpuasa dalam perjalanan, sehingga kewajiban mengganti itu, hanya ditujukan kepada para musafir dan orang sakit tetapi tidak berpuasa.
Sisipan semacam ini ditolak oleh ulama Syi'ah dan Zhahiri, sehingga dengan demikian -buat mereka- menjadi wajib bagi orang yang sakit dan dalam perjalanan untuk tidak berpuasa, dan wajib pula menggantinya pada hari-hari yang lain, seperti bunyi harfiah ayat di atas.
Apakah membayar puasa yang ditinggalkan itu harus ber turut-turut? Ada sebuah hadis -tetapi dinilai lemah- yang menyatakan demikian. Tetapi ada riwayat lain melalui Aisyah r.a. menginformasikan bahwa memang awalnya ada kata ayat puasa yang berbunyi mutatabi'at, yang maksudnya memerintahkan penggantian (qadha') itu harus dilakukan bersinambung tanpa sehari pun berbuka sampai selesainya jumlah diwajibkan. Tetapi kata mutatabi'at dalam fa'iddatun min ayyaamin ukhar mutatabi'at yang berarti berurut atau bersinambung itu, kemudian dihapus oleh Allah SWT. Sehingga akhimya tersebut tanpa kata ini, sebagaimana yang tercantum.
Meng-qadha' (mengganti) puasa, apakah harus segera, dalam arti harus dilakukannya pada awal Syawal, ataukah dapat ditangguhkan sampai sebelum datangnya Ramadhan berikut? Hanya segelintir kecil ulama yang mengharuskan sesegera mungkin, namun umumnya tidak mengharuskan ketergesaan itu, walaupun diakui bahwa semakin cepat semakin baik. Nah, bagaimana kalau Ramadhan berikutnya sudah berlalu, kemudian kita tidak sempat menggantinya, apakah ada kaffarat akibat keterlambatan itu? Imam Malik, Syafi'i, dan Ahmad, berpendapat bahwa di samping berpuasa, ia harus membayar kaffarat berupa memberi makan seorang miskin; sedangkan Imam Abu Hanifah tidak mewajibkan kaffarat dengan alasan tidak dicakup oleh redaksi ayat di atas.
d. Wa 'alal ladzlna yuthiqunahu fidyattun tha'amu miskm (Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya membayar fidyah. (yaitu): memberi makan seorang miskin) (QS Al- Baqarah [2]: 184).
Penggalan ayat ini diperselisihkan maknanya oleh banyak ulama tafsir. Ada yang berpendapat bahwa pada mulanya Allah SWT memberi alternatif bagi orang yang wajib puasa, yakni berpuasa atau berbuka dengan membayar fidyah. Ada juga yang berpendapat bahwa ayat ini berbicara tentang para musafir dan orang sakit, yakni bagi kedua kelompok ini terdapat dua kemungkinan: musafir dan orang yang merasa berat untuk berpuasa, maka ketika itu dia harus berbuka; dan ada juga di antara mereka, yang pada hakikatnya mampu berpuasa, tetapi enggan karena kurang sehat dan atau dalam perjalanan, maka bagi mereka diperbolehkan untuk berbuka dengan syarat membayar fidyah.
Pendapat-pendapat di atas tidak populer di kalangan mayoritas ulama. Mayoritas memahami penggalan ini berbicara tentang orang-orang tua atau orang yang mempunyai pekerjaan yang sangat berat, sehingga puasa sangat memberatkannya, sedang ia tidak mempunyai sumber rezeki lain kecuali pekerjaan itu. Maka dalam kondisi semacam ini, mereka diperbolehkan untuk tidak berpuasa dengan syarat membayar fidyah. Demikian juga halnya terhadap orang yang sakit sehingga tidak dapat berpuasa, dan diduga tidak akan sembuh dari penyakitnya. Termasuk juga dalam pesan penggalan ayat di atas adalah wanita-wanita hamil dan atau menyusui. Dalam hal ini terdapat rincian sebagai berikut: Wanita yang hamil dan menyusui wajib membayar fidyah. dan mengganti puasanya di hari lain, seandainya yang mereka khawatirkan adalah janin atau anaknya yang sedang menyusui. Tetapi bila yang mereka khawatirkan diri mereka, maka mereka berbuka dan hanya wajib menggantinya di hari lain, tanpa harus membayar fidyah.
Fidyah dimaksud adalah memberi makan fakir/miskin setiap hari selama ia tidak berpuasa. Ada yang berpendapat sebanyak setengah sha' (gantang) atau kurang lebih 3.125 gram gandum atau kurma (makanan pokok). Ada juga yang menyatakan satu mud yakni sekitar lima perenam liter, dan ada lagi yang mengembalikan penentuan jumlahnya pada kebiasaan yang berlaku pada setiap masyarakat.
e. Uhilla lakum lailatash-shiyamir-rafatsu ilaa nisa'ikum (Dihalalkan kepada kamu pada malam Ramadhan bersebadan dengan istri-istrimu) (QS Al-Baqarah [2]; 187)
Ayat ini membolehkan hubungan seks (bersebadan) di malam hari bulan Ramadhan, dan ini berarti bahwa di siang hari Ramadhan, hubungan seks tidak dibenarkan. Termasuk dalam pengertian hubungan seks adalah "mengeluarkan sperma" dengan cara apa pun. Karena itu walaupun ayat ini tak melarang ciuman, atau pelukan antarsuami-istri, namun para ulama mengingatkan bahwa hal tersebut bersifat makruh, khususnya orang tidak dapat menahan diri, karena dapat mengakibatkan keluarnya sperma.
Menurut istri Nabi, Aisyah r.a., Nabi pemah mencium istrinya saat berpuasa. Nah, bagi yang mencium atau apa pun selain berhubungan seks, kemudian ternyata "basah", maka puasanya batal; ia harus menggantinya hari lain. Tetapi mayoritas ulama tidak mewajibkan yang bersanggkutan membayar kaffarat, kecuali jika ia melakukan hubungan seks (di siang hari), dan kaffaratnya dalam hal ini berdasarkan hadis Nabi adalah berpuasa dua bulan berturut Jika tidak mampu, maka ia harus memerdekakan hamba, tidak mampu juga, maka ia harus memberi makan enam puluh orang miskin.
Bagi yang melakukan hubungan seks di malam hari, tidak harus mandi sebelum terbitnya fajar. la hanya berkewajiban mandi sebelum terbitnya matahari, paling tidak dalam batas waktu yang memungkinkan ia shalat subuh dalam keadaan suci waktunva. Demikian pendapat mayoritas ulama.
f. Wakula wasyrabahu hatta yatabayyana lakumul khaith al- abyadhu minal khaithil aswadi minal fajr (Makan dan minum lah sampai terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar).
Ayat ini membolehkan seseorang untuk makan dan minum (juga melakukan hubungan seks) sampai terbitnya fajar.
Pada zaman Nabi, beberapa saat sebelum fajar Bilal mengumandangkan azan, namun beliau mengingatkan bahwa bukan itu yang dimaksud dengan fajar yang mengakibatkan larangan di atas. Imsak yang diadakan hanya sebagai peringatan dan persiapan untuk tidak lagi melakukan aktivitas yang terlarang. Namun bila dilakukan, maka dari segi hukum masih dapat dipertanggungjawabkan selama fajar (waktu subuh turun masuk). Perlu dingatkan, bahwa hendaknya kita jangan lalu mengandalkan azan. karena boleh jadi muazin mengumandangkan azannya setelah berlalu beberapa saat dari waktu subuh. Karena Itu sangat beralasan untuk menghentikan aktifitas tersebut saat imsak.
g. Tsuma atimush shiyama ilal lail (kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam)
Penggalan ayat-ayat ini datang setelah ada izin untuk makan dan minum sampai dengan datangnya fajar. Puasa dimulai dengan terbitnya fajar dan berakhir dengan datangnya malam. Persoalan yang juga diperbincangkan oleh para ulama adalah pengertian malam. Ada yang memahami kata malam dengan tenggelamnya matahari walaupun masih ada mega merah dan ada juga yang memahami malam dengan hilangnya mega merah dan menyebarnya kegelapan.
Pendapat pertama didukung oleh banyak hadis Nabi SAW, sedang pendapat kedua dikuatkan oleh pengertian kebahasaan dari lail yang diterjemahkan "malam". Kata lail berarti "sesuatu yang gelap" karenanya rambut yang berwarna hitam pun dinamai lail.
Pendapat pertama sejalan juga dengan anjuran Nabi Saw. untuk mempercepat berbuka puasa dan memperlambat sahur; pendapat kedua sejalan dengan sikap kehatian-hatian karena khawatir magrib sebenarnya belum masuk.
Demikian sedikit dari banyak aspek hukum yang dicakup oleh ayat-ayat yang berbicara tentang puasa Ramadhan.
Tujuan Berpuasa
Secara jelas Al-Quran menyatakan bahwa tujuan puasa yang hendaknya diperjuangkan adalah untuk mencapai ketakwaan atau la 'allakum tattaqun. Dalam rangka memahami tujuan tersebut agaknya perlu digaris bawahi beberapa penjelasan dari Nabi Saw. misalnya. "Banyak di antara orang yang berpuasa tidak memperoleh sesuatu dari puasanya. kecuali rasa lapar dan dahaga."
Ini berarti bahwa menahan diri dari lapar dan dahaga bukan tujuan utama dari puasa. Ini dikuatkan pula dengan firman-Nya bahwa "Allah menghendaki untuk kamu kemudahan bukan kesulitan."
Di sisi lain, dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman "Semua amal putra putri Adam untuk dirinya, kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang memberi ganjaran atasnya."
Ini berarti pula bahwa puasa merupakan satu ibadah yang unik. Tentu saja banyak segi keunikan puasa yang dapat dikemukakan. misalnya bahwa puasa merupakan rahasia antara Allah dan pelakunya sendiri. Bukankah manusia yang berpuasa dapat bersembunyi untuk minum dan makan? Bukankah sebagai insan siapa pun yang berpuasa memiliki keinginan untuk makan atau minum pada saat-saat tertentu dari siang hari puasa? Nah, kalau demikian apa motivasinya menahan diri dari keinginan itu? Tentu bukan karena takut atau segan dari manusia. Sebab jika demikian. dia dapat saja bersembunyi dari pandangan mereka. Di sini disimpulkan bahwa orang yang berpuasa melakukannya demi karena Allah SWT. Demikian antara lain penjelasan sementara ulama tentang keunikan puasa dan makna hadis qudsi di atas.
Sementara pakar ada yang menegaskan bahwa puasa dilakukan manusia dengan berbagai motif, misalnya protes, turut belasungkawa, penyucian diri, kesehatan, dan sebagainya. Tetapi seorang yang berpuasa Ramadhan dengan benar, sesuai dengan cara yang dituntut oleh Al-Quran, maka pastilah ia akan melakukannya karena Allah semata.
Di sini Anda boleh bertanya. "Bagaimana puasa yang demikian dapat mengantarkan manusia kepada takwa?" Untuk menjawabnya terlebih dahulu harus diketahui apa yang dimaksud dengan takwa.
Puasa dan Takwa
Takwa terambil dari akar kata yang bemakna menghindar. menjauhi, atau menjaga diri. Kalimat perintah ittaqullah secara harafiah berarti, 'Hindarilah, jauhilah, atau jagalah dirimu dari Allah."
Makna ini tidak lurus bahkan mustahil dapat dilakukan makhluk. Bagaimana mungkin makhluk menghindarkan diri dari Allah atau menjauhi-Nya, sedangkan "Dia (Allah) bersama kamu di mana pun kamu berada." Karena itu perlu disisipkan kata atau kalimat untuk meluruskan maknanya. Misalnya kata siksa atau yang semakna dengannya, sehingga perintah bertakwa mengandung arti perintah untuk menghindarkan diri dari siksa Allah.
Sebagaimana kita ketahui siksa Allah ada dua macam :
a. Siksa di dunia akibat pelanggaran terhadap hukum-hukum Tuhan yang ditetapkan -Nya berlaku di alam raya ini, seperti misalnya, "Makan berlebihan dapat menimbulkan penyakit, "Tidak mengendalikan diri dapat menjerumuskan kepada bencana", atau "Api panas, dan membakar", dan hukum-hukum alam dan masyarakat lainnya.
b. Siksa di akhirat, akibat pelanggaran terhadap hukum syariat, seperti tidak shalat, puasa, mencuri, melanggar hak - hak manusia, dan lain -lain yang dapat mengakibatkan siksa neraka.
Syaikh Muhammad Abduh menulis, "Menghindari siksa atau hukuman Allah, diperoleh dengan jalan menghindarkan diri dari segala yang dilarangnya serta mengikuti apa yang diperintahkan-Nya. Hal ini dapat terwujud dengan rasa takut dari siksaan dan atau takut dari yang menyiksa (Allah SWT). Rasa takut ini, pada mulanya timbul karena adanya siksaan, tetapi seharusnya ia timbul karena adanya Allah SWT (yang menyiksa).
Dengan demikian yang bertakwa adalah orang yang merasakan kehadiran Allah SWT setiap saat," bagaikan melihat -Nya atau kalau yang demikian tidak mampu dicapainya, maka paling tidak, menyadari bahwa Allah melihatnya."
Tentu banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencapai hal tersebut, antara lain dengan jalan berpuasa. Puasa seperti yang dikemukakan di atas adalah satu Ibadah yang unik. Keunikannya antara lain karena ia merupakan upaya manusia meneladani Allah SWT.
Puasa Meneladani Sifat-sifat Allah
Beragama menurut sementara pakar adalah upaya manusia meneladani sifat-sifat Allah, sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk. Nabi SAW memerintahkan, Takhallaqu bi akhlaq Allah" (Berakhlaklah (teladanilah) sifat-sifat Allah).
Di sisi lain, manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhah fa 'ali, yaitu makan, minum, dan hubungan seks. Allah SWT memperkenalkan diri-Nya antara lain sebagai tidak mempunyai anak atau istri:
"Bagaimana Dia memiliki anak, padahal Dia tidak memiliki istri?" (QS Al-An'am [6]: 101)
"Dan sesungguhnya Mahatinggi kebesaran Tuhan kami. Dia tidak beristri dan tidak pula beranak." (QS Al-Jin [72]: 3).
Al-Quran juga memerintahkan Nabi SAW untuk menyampaikan,
"Apakah aku jadikan pelindung selain Allah yang mnjadikan langit dan bumi padahal dia memberi makan dan tidak diberi makan …?" (Qs Al-An'am [6]: 14)
Dengan berpuasa, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat tersebut. Tidak makan dan tidak, bahkan memberi makan orang lain (ketika berbuka puasa) dan tidak pula berhubungan seks, walaupun pasangan ada.
Tentu saja sifat-sifat Allah tidak terbatas pada ketiga hal itu, mencakup paling tidak sembilan puluh sembilan sifat kesemuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk Ilahi. Misalnya Maha Pengasih dan Penyayang, Mahadamai, Mahakuat, MahaMengetahui, dan lain-lain. Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia menghadirkan Tuhan dalam kesadarannya, dan bila hal itu berhasil dilakukan, maka takwa dalam pengertian di atas dapat pula dicapai.
Karena itu, nilai puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran tersebut bukan pada sisi lapar dan dahaga sehingga dari sini dapat dimengerti mengapa Nabi Saw. menyatakan bahwa. " Banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak memperoleh dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga."
Puasa Umat Terdahulu
Puasa telah dilakukan oleh umat-umat terdahulu. Kama Kutiba' alalladzina min qablikum (Sebagaimana diwajibkan atas (umat-umat) yang sebelum kamu). Dari segi ajarah agama, menyatakan bahwa semua agama samawi, sama dalam prinsip-pripsip pokok akidah, syariat, serta akhlaknya. Ini berarti bahwa semua agama samawi rnengajarkan keesaan Allah, kenabian, dan keniscayaan hari kemudian. Shalat, puasa, Zakat, dan berkunjung ke tempat tertentu sebagai pendekatan kepada Allah adalah prinsip-prinsip syariat yang dikenal dalam agama-agama samawi. Tentu saja cara dan kaiftatnya dapat berbeda, namun esensi dan tujuannya sama.
Kita dapat mempertanyakan mengapa puasa rnenjadi kewajinban bagi urnat Islam dan umat-umat terdahulu?
Manusia rnemiliki kebebasan bertindak memilih dan memilah aktivitasnya, termasuk dalam hal ini, makan, minum, dan berhubungan seks. Binatang -khususnya binatang-binatang tertentu tidak demikian. Nalurinya telah mengatur ketiga kebutuhan pokok itu, sehingga misalnya pada waktu atau musim berhubungan seks bagi rnereka. Itulah hikmah Ilahi demi memelihara kelangsungan hidup binatang yang bersangkutanmenghindari dari kebinasaan.
Manusia sekali lagi tidak demikian. Kebebasan yang dimilikinya bila tidak terkendalikan dapat menghambat pelaksanaan fungsi dan peranan yang harus diembannya. Kenyataan menunjukkan bahwa orang-orang yang memenuhi syahwat perutnya melebihi kadar yang diperlukan. bukan saja menjadikan- nya tidak lagi menikmati makanan atau minuman itu, tetapi juga menyita aktivitas lainnya kalau enggan berkata menjadikannya lesu sepanjang hari.
Syahwat seksual juga demikian. Semakin dipenuhi semakin haus bagaikan penyakit eksim semakin digaruk semakin nyaman dan menuntut. tetapi tanpa disadari menimbulkan borok. Potensi dan daya manusia betapa pun besarnya memiliki keterbatasan, sehingga apabila aktivitasnya telah digunakan secara berlebihan ke arah tertentu-arah pemenuhan kebutuhan faali misalnya. maka arah yang lain-rnental spiritual akan terabaikan. Nah. di sinilah diperlukannya pengendalian.
Sebagaimana disinggung di atas. esensi puasa adalah menahan atau mengendalikan diri. Pengendalian ini diperlukan oleh manusia, baik secara individu maupun kelompok. Latihan dan pengendalian diri itulah esensi puasa.
Puasa dengan demikian dibutuhkan oleh semua manusia, kaya atau miskin, pandai atau bodoh, untuk kepentingan pribadi atau masyarakat. Tidak heran jika puasa telah dikenal oleh umat-umat sebelum umat Islam, sebagaimana diinformasikan oleh Al-Quran.
Dari penjelasan ini, kita dapat melangkah untuk menemukan salah satu jawaban tentang rahasia pemilihan bentuk redaksi pasif dalam menetapkan kewajiban puasa. Kutiba 'alaikumush shiyama (diwajibkan atas kamu puasa), tidak menyebut siapa yang mewajibkannya?
Bisa saja dikatakan bahwa pemilihan bentuk redaksi tersebut disebabkan karena yang mewajibkannya sedemikian jelas dalam hal ini adalah Allah SWT. Tetapi boleh jadi juga untuk mengisyaratkan bahwa seandainya pun bukan Allah yang mewajibkan puasa, maka manusia yang menyadari manfaat puasa, dan akan mewajibkannya atas dirinya sendiri. Terbukti motivasi berpuasa (tidak makan atau mengendalikan diri) yang selama ini dilakukan manusia, bukan semata-mata atas dorongan ajaran agama. Misalnya demi kesehatan, atau kecantikan tubuh, dan bukankah pula kepentingan pengendalian diri disadari oleh setiap makhluk yang berakal?
Di sisi lain bukankah Nabi Saw. bersabda, "Seandainya umatku mengetahui (semua keistimewaan) yang dikandung oleh keistimewaan Bulan Ramadhan "
Keistimewaan Bulan Ramadhan
Dalam rangkaian ayat-ayat yang berbicara tentang puasa, Allah menjelaskan bahwa Al-Quran diturunkan pada bulan Ramadhan. Dan pada ayat lain dinyatakannya bahwa Al-Quran pada malarn Qadar,
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada Lailat Al-Qadr."
Ini berarti bahwa di bulan Ramadhan terdapat malam Qadar yang menurut Al-Quran lebih baik dari seribu bulan. Para malaikat dan Ruh (Jibril) silih berganti turun seizin Tuhan dan kedamaian akan terasa hingga terbitnya fajar.
Di sisi lain sebagaimana disinggung pada awal uraian bahwa dalam rangkaian ayat-ayat puasa Ramadhan disisipkan ayat yang mengandung pesan tentang kedekatan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya serta janji-Nya untuk mengabulkan siapa pun yang dengan tulus berdoa.
Dari hadis-hadis Nabi diperoleh pula penjelasan tentang keistimewaan bulan suci ini. Namun seandainya tidak ada keistimewaan bagi Ramadhan kecuali Lailat Al-Qadr. Maka hakikatnya itu telah cukup untuk membahagiakan manusia.